- Vicharius DJ
Komik Indonesia, Lebih Dari Sekedar Nilai Ekonomi

Penggemar komik dan kartun Indonesia di Jakarta punya keasyikan sendiri pada Juni ini. Pasalnya sambil menunggu waktu berbuka puasa mereka bisa melihat berbagai karya visual itu di kampus Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Mulai Kamis petang (25/6), karya visual yang terangkum dalam pameran bertajuk 28IKINI itu dibuka resmi oleh Rektor IKJ Wagiono Sunarto di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki (TIM). Kegiatan akan berlangsung hingga 4 Juli mendatang.
Selain pameran, diselenggarakan juga beberapa kegiatan lain. Pada Sabtu (27/6) akan digelar diskusi santai komik kampus dengan tema Komik di IKJ dalam Perkembangan Pemikiran Masyarakat. Di hari yang sama juga ada peluncuran buku Sepanel Tiga Hati. Buku kompilasi komik ini adalah hasil karya mahasiswa Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa IKJ. Keesokan harinya, Minggu (28/6), akan digelar workshop komik strip dan peluncuran buku Sapa Suru Datang Jakarta karya Tantio Adjie.
Workshop dipandu komikus ternama Muhammad “Mice” Misrad dan Muhammad Reza “Komikazer” Mustar. Komikazer akan kembali hadir di Galeri Cipta 3 dalam Diskusi, Temu Alumni, dan Revitalisasi Sekte Komik, 4 Juli mendatang. Pembicara lainnya adalah Alfie Zackyelle.
Komikus Beng Rahadian mengatakan komikus, penerbit buku komik, kolektor komik, bahkan produser film animasi seharusnya tak hanya melihat komik dari benda koleksi, barang dagangan, atau pengaruhnya di dunia ekonomi. Komik merupakan aset kebudayaan bangsa. "Komik adalah aset kebudayaan dan penting. Saya sempat khawatir tentang komik-komik lama kita yang harus kita jaga. Saya pikir dengan adanya kolaborasi budayawan, kolektor, dan komikus, komik Indonesia tak sekadar barang jualan,” kata Beng.
Pengajar IKJ lainnya, Iwan Gunawan, bahkan mengatakan perlunya membuat gerakan mengenal kembali komik di Indonesia. Gerakan itu akan mencari jalan bagaimana agar komik Indonesia dapat dipelihara dan dilestarikan orang. Serta bagaimana agar anak Indonesia mengenal komikus dan komik Indonesia lebih dari referensi yang dia miliki sekarang.
“Kita membutuhkan Pusat Kajian Komik, semoga bisa didirikan di Institut Kesenian Jakarta ini. Kita belum banyak memiliki tulisan tentang komik. Komik pun bisa dikaji secara ilmiah. Buku terjemahan karya Marcel Bonneff misalnya, sudah beredar sejak 1997-an di Indonesia. Ada juga tulisan karya Seno Gumira Ajidarma. Kita bahkan pernah memiliki gerakan komunitas Pengki (Pengumpul Komik IKJ),” ucapnya.