top of page
  • Vicharius DJ

Ketika Seniman Memilih Kembali ke Titik Nol


Diskusi kecil yang intens makin lama akan menghasilkan suatu gebrakan yang besar. Begitu pula dalam dunia seni. Ketika sebuah diskusi dimulai dengan gagasan bahwa manusia hidup bersama dalam ruang lingkup sosial dengan berbagai permasalahannya yang kompleks baik masalah sosial, keluarga, maupun pribadi, saat itulah sebuah gagasan muncul.dari para senimannya yang berdomisili di Bandung.

Ia lalu semakin berkembang dan mendapat respons dari seniman-seniman dari kota lain seperti Jakarta, Yogyakarta, Malaysia, Amerika Serikat, Swiss, dan Belanda. Para seniman ini sepakat untuk turut serta mewarnai perkembangan seni dunia dengan kepekaan jiwa terhadap isu-isu global yang terjadi terhadap manusia dan lingkungan alam sekitarnya dengan sebuah pameran yang bertajuk Reborn.

Warli Haryana, Ketua Pameran Reborn mengatakan terminologi itu merujuk pada kelahiran kembali sehingga sama-sama 'mulai dari titik nol yang sama. “Kalau saya di sini awalnya terpikir karena kita seniman-seniman yang ikut di sini sama-sama berasal dari Sekolah Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta, tapi kemudian semuanya punya hidup masing-masing,” ujar Warli.

Maksud Reborn tadi juga tergambar dalam konteks berbagai isu yang diangkat dalam pameran ini. Setiap manusia punya hidup dan jalannya masing-masing, tapi mereka semua sama-sama manusia. Warli juga kembali menjelaskan makna Reborn juga bisa berarti sebagai sebuah gerakan untuk ‘tidak ingkar’ di mana manusia terlahir sebagai seniman atau perupa untuk selalu berkarya dan berbudaya.

“Harus kita sadari bahwa kita manusia hidup tidak jauh dari seni dan budaya,” ucap Warli.

Terdapat 23 perupa yang merupakan lulusan SSRI Yogyakarta. Hanya satu peserta yang bukan lulusan SSRI Yogyakarta, yaitu Sonic Bad, seorang ikon seniman grafiti ‘street artist’ dari Amerika Serikat. Namun, partisipasinya justru membuat pameran ini menjadi lebih menarik karena karya seni graffiti yang akan disuguhkannya mampu menambahkan warna tersendiri.

Selain graffiti, karya yang dipamerkan dalam perhelatan ini sebagian besar merupakan karya seni lukis, dan ada beberapa karya seni patung, lukisan keramik, dan karya lukisan ‘hybrid’ dalam arti kata gabungan antara manual dan digital. Totalnya ada sekitar 113 karya ditampilkan dengan permasalahan dan kompleksitasnya masing-masing.

Karya dan isu yang diangkat sama kompleksnya. Seperti misal falsafah dan budaya nasional yang diangkat melalui wayang, nuansa alam. Kemudian isu LGBT, feminisme, lingkungan alam, serta isu sosial yang diangkat melalui lukisan, gambaran figuratif, patung, maupun simbol. Jika berminat untuk mengunjunginya, pameran ini dibuka hingga 24 April mendatang di Galeri A, Galeri Nasional Jakarta.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page