top of page
  • Oleh Vicharius DJ

Membedah Karya Otto Djaya Enam Dekade Lalu


Otto Djaya, seorang seniman besar yang pernah dimiliki Indonesia mulai muncul di era 1940an ketika dirinya memutuskan hijrah ke Eropa bersama sang adik, Agus Djaya. Sejak saat itu dia hidup dan melukis selama enam dekade sejarah dan periode politik di Indonesia, semenjak masa kolonial Belanda, masa Perang Dunia ke-2, masa revolusi, masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto, hingga masa demokrasi.

Bisa dibilang Otto adalah seorang bohemian, seniman non-konformis, yang mendefinisikan refleksi dan estetika pribadinya sendiri. Ia lebih suka melukis dengan kecenderungan visual yang berbeda yang dapat dikenali untuk mengeksplorasi serta mengekspresikan jiwa rakyat Indonesia, khususnya orang Jawa. Ia sangat analitik terhadap kemanusiaan, termasuk dirinya sendiri, dan mampu mensintesis keindahan alam, mitos, cerita rakyat, dan sindiran.

Di Galeri Nasional, seluruh karya Otto dipamerkan sebagai bentuk penghargaan atas 100 tahun kelahirannya. 100 Tahun Otto Djaya begitu kira-kira nama pameran itu yang menampilkan sekitar 200 karya Otto Djaya. Pameran ini diinisiasi oleh Ms. Inge-Marie Holst dan Mr. Hans Peter Holst yang melakukan penelitian tentang Otto Djaya.

Di malam pembukaannya, Inge mengatakan mulai menggemari karya-karya Otto sejak sepuluh tahun lalu tapi baru mulai mengoleksinya sekitar lima atau enam tahun yang lalu. “Karyanya disukai Bung Karno dan revolusioner di masanya. Selama tiga tahun Otto belajar di Belanda, balik ke Tanah Air dan menggelar big show yang sangat besar," ucapnya di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat.

Lukisan-lukisan Otto Djaya menjelaskan berlangsungnya semacam tegangan kekuatan yang saling menarik antara nilai kenangan dan konteks persoalan sosial-budaya yang bersifat lokal dengan pencarian artistik yang khas untuk mencapai nilai universalitas seni yang bersifat pribadi.

Ia menunjukkan berbagai kejadian sehari-hari yang umum dikenal masyarakat di Indonesia (khususnya di pulau Jawa), seperti tema-tema tentang pasar, warung, para pedagang asong, perayaan perkawinan, pertunjukkan kesenian tradisi, perjalanan dengan kendaraan bermotor, sepeda, kereta kuda, dan lain sebagainya.

Selain itu, jenis intensitas warna-warna dari lukisan Otto Djaya melampaui zamannya, hal ini bisa terlihat dari warna hijau dedauan yang khas dan biru langit yang cemerlang. Banyak lukisan Otto yang menjadi khusus juga karena ia mencampurkan atau memasukan tokoh-tokoh wayang dari keluarga Punakawan (khususnya, Petruk dan Gareng) dalam situasi hidup keseharian tersebut.

Kisah yang dikutip dari dunia pewayangan dan mitologi tradisi juga menjadi salah satu gagasan sentral yang dikerjakan oleh Otto. Memang tidak sedikit seniman Indonesia yang mengangkat tema pewayangan sebagai gagasan berkarya, namun Otto Djaya memunculkannya secara khas, tampil nyaris spontan, serta alamiah, seakan-akan kita memang hidup dalam bentangan kisah pewayangan. Selain itu ia juga banyak menampilkan tarian sosial dalam tradisi Indonesia dalam lukisan-lukisannya, seperti Ronggeng, Reog Ponorogo, Cap Go Meh, Kecak, juga penggambaran legenda seperti Arjuna, Jaka Tarub, dan Ramayana.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page