top of page
  • Vicharius DJ

Menafsirkan Sejarah dalam Perspektif Seni Keramik Kontemporer


Sejak awal Desember lalu terhitung sudah satu bulan lebih karya seni keramik dari para seniman bertengger di Galeri Nasional, Jakarta. Mereka tergabung dalam sebuah kegiatan seni keramik kontemporer dua tahunan, Jakarta Contemporary Ceramics Biennale. Ini adalah kali ke empat gelaran seni itu diadakan. Sebanyak 41 seniman yang berasal dari 20 lebih negara dilibatkan.

Mereka mengambil tema Ways of Clay: Perspectives Toward the Future. JCCB akan menafsirkan sejarah sebagai perspektif dalam memahami praktik seni keramik ke depan. Dalam keterangan persnya, mereka menjelaskan sejarah dalam konteks JCCB ini bukan hanya sejarah seni keramik sebagai sebuah disiplin, melainkan dipahami juga sebagai sejarah penggunaan material lempung dan media keramik dalam praktik seni rupa. Dengan kata lain, lempung dan keramik dipisahkan terlebih dahulu dari beban kategoris dirinya.

Kenyataan historis menunjukkan penggunaan material lempung dan media keramik tidak bisa dibatasi oleh pengelompokan kategoris objek estetik yang dibentuk pada masa seni modern. Bahkan, hingga kini lempung dan keramik selalu menarik perhatian perupa dari berbagai latar belakang. Warisan sejarah inilah yang menjadi premis JCCB untuk selalu melibatkan peserta dari latar belakang bukan pekeramik.

Ways of Clay: Perspectives Toward the Future hendak memahami hubungan antara gagasan seniman dan cara ekspresi, di mana perspektif terhadap material dan media memengaruhi proses kreasi serta apresiasi sebuah praktik seni. “Status” merupakan gambaran kondisi dan keadaan praktik seni keramik, namun serta merta mengandung pengertian politis ketika dihadapkan dalam lingkup sejarah, teori, dan wacana seni rupa.

Penyelenggaraan JCCB-4 kali ini, sangatlah berbeda. Karena dalam persiapannya dimulai dengan program residensi para seniman di beberapa lokasi. Mereka masing-masing selama satu bulan berinteraksi dengan situasi lokal; baik secara sosial maupun secara budaya. Mulai dari bulan Agustus hingga November 2016, sebanyak 20 seniman residensi, baik secara internasional—dari berbagai negara, maupun para seniman nasional, yang bekerja di beberapa lokasi dan kota. Mulai ditempatkan di desa kerajinan keramik, studio seniman, sekolah keramik hingga keramik Industri. JCCB-4 berkolaborasi dengan tuan rumah residensi (host).

Siapa saja mereka? Angie Seah (Singapura), Arya Pandjalu (Indonesia), Awangko Hamdan (Malaysia), Danijela Pivašević-Tenner (Serbia/Jerman), Eddie Hara (Indonesia/Swiss), Elodie Alexandre (Perancis/India), He Wenjue (China), Joris Link (Belanda), Jose Luis Singson (Filipina), Joseph Hopkinson (Wales/United Kingdom), Kawayan De Guia (Filipina), Ljubica Jocic Kneževic (Serbia), Maria Volokhova (Ukraina/Jerman), Nao Matsunaga (Jepang/united Kingdom), Pei-Hsuan Wang (Taiwan), Richard Streitmatter, Tran (Vietnam), Ryota Shioya (Jepang), Soe Yu Nwe (Myanmar) , Thomas Quayle (Australia), dan Uji ‘Hahan’ Handoko (Indonesia)

Program residensi ini akan dikembangkan untuk penyelenggaraan JCCB ke depan. Ada beberapa hal yang mendasari, antara lain bahwa suatu bienial internasional seharusnya akan menjadi lebih menarik jika ada suatu bentuk interaksi antara para seniman dengan komunitas di mana seniman itu berada dalam suatu lokasi.

Kedua, karya-karya yang diproduksi selama residensi lebih terasa kaitannya antara seniman dengan di mana mereka ditempatkan. Mengaktivasi dan membentuk ekologi seni keramik dengan melibatkan berbagai lembaga pendidikan menengah dan perguruan tinggi seni, studio keramik individual, industri keramik, kerajinan dan komunitas pembuat keramik.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page