- Vicharius DJ
Rekam Jejak Foto yang Tak Pernah Terbit
Sebuah media massa sebesar Kompas tak akan pernah ketinggalan peristiwa dan momen bersejarah penting. Mereka akan dengan sigap mengutus jurnalis dan fotografernya untuk terjun ke lapangan meliput peristiwa itu. Utamanya karya foto akan menjadi bagian paling menarik dalam sebuah terbitan jurnalistik.
Meski begitu, Kompas yang sudah puluhan tahun berdiri tak sanggup menerbitkan semuanya, tentunya atas pertimbangan keredaksian. Karya itulah yang saat ini ingin ditunjukkan pada publik melalui pameran fotografi bertajuk Unpublished. Di dalamnya dipamerkan berbagai foto peristiwa bersejarah yang sebelumnya tidak pernah dipublikasikan di Bentara Budaya Jakarta.

Semua foto yang dipamerkan berasal dari buku fotografi berjudul “Unpublished” yang sudah lebih dulu diterbitkan dan arsip karya wartawan Kompas sejak tahun 1965. Buku Unpublished sejatinya berisi total 560 foto karya 22 pewarta foto Kompas. Namun, yang ditampilkan dalam pameran hanya 100 foto hasil kurasi Jay Subyakto dan John Suryaatmadja.
Sedangkan arsip foto Kompas sejak 1965 terdiri dari sekitar dua juta foto dalam bentuk analog. Seluruhnya sedang dalam proses digitalisasi dan hanya 20 foto saja yang ditampilkan.

Pameran ini merupakan bagian dari Festival Fotografi Kompas (FFK) 2017. Selain pameran foto itu, ada juga berbagai hal lain, seperti workshop dan masterclass fotografi. “Durasinya panjang karena itu kami mengajak berbagai komunitas untuk ikut serta memberi workshop. Ada 54 pemateri profesional sumbangan dari komunitas. FFK ini jadi wadah bagi kompas, komunitas dan dunia fotografi untuk tampil bersama,” ujar Ketua FFK 2017, Wisnu Widiantoro.
Selain menggelar FFK dan pameran Unpublished, Kompas juga sedang menjalankan sebuah proyek digitalisasi foto. Digitalisasi berarti berbagai foto yang berada dalam format analog atau film, diubah ke dalam bentuk digital atau data. Foto-foto tersebut merupakan karya wartawan Kompas yang telah diarsip sejak 1965 silam. Total ada sekitar 2 juta foto jenis ini, yang satu persatu dipindai, dicari data mengenai tokoh, peristiwa atau kisah dibaliknya, lalu disimpan dalam bentuk digital.

“Hampir dua juta foto itu kami digitalisasikan agar peristiwa sejarahnya nanti dapat terus dikenal oleh generasi berikutnya,” ujar Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo.