top of page
  • Vicharius DJ

Merayakan Semangat Bhineka Tunggal Ika dalam Seni Rupa


Indonesia dibangun dengan semangat keberagaman, semangat untuk membangun negeri di atas perbedaan. Namun bangunan yang sempat kokoh itu kini mulai tergerus sedikit demi sedikit. Ia runtuh dan kalah oleh roh primordial dan isu SARA yang sengaja dihembuskan untuk kepentingan politis.

Seniman pun menyadari keadaan itu. Lalu, diadakanlah sebuah pameran bersama yang bertujuan membangun kembali semangat itu. Ada tujuh perupa yang terlibat. Mereka adalah Barlin Srikaton, Rahardi Handining, Sabariman Rubianto Sinung, Dien Yodha, Sungging Priyanto, Biyan Subiyanto, dan Hery Gaos.

Pameran digelar di Balai Budaya Jakarta, Gondangdia dengan tema, Bhinnekart. Menurut kurator Efix Mulyadi alasan para perupa mengangkat tema Bhinnekart karena akhir-akhir ini muncul gejala primordial yang begitu kuat yang seolah menafikan perbedaan.

Gejala itu tak hanya ditangkap lewat berbagai gerakan atau keriuhan sosial, tapi juga wacana-wacana di media sosial. Tema-tema primordial yang menafikan perbedaan semakin banyak muncul. “Padahal, kekuatan bangsa ini ditopang oleh kemampuan saling menghormati dan menghargai perbedaan untuk bersatu dalam kesatuan bangsa Indonesia,” kata Efix Mulyadi.

Salah satu gejala yang direspons tujuh perupa itu adalah unjuk rasa besar-besaran di akhir 2016. Efix mengatakan, para perupa tak ingin masuk dalam politik praktis, apalagi mendukung kelompok politik, tapi lebih memotret wacana yang muncul di permukaan yang cenderung kurang menghargai perbedaan.

Meski bangunan Bhineka Tunggal Ika itu belum runtuh namun gejala itu ditangkap oleh ketujuh perupa itu sebagai keprihatinan yang harus disikapi. “Setidaknya mengingatkan agar Bhinneka Tunggal Ika harus senantiasa dijaga sebagai kekuatan dan keharmonisan bangsa,” kata Efix Mulyadi.

Ketujuh perupa itu seolah juga mewakili perbedaan karena memiliki gaya berbeda-beda, juga cara ungkap yang berlainan. Namun, mereka memiliki keprihatinan, respons dan visi yang sama tentang persatuan. Tema-tema lukisan tujuh perupa itu juga berbeda-beda, tapi memiliki satu semangat, yakni mencintai dan menghargai perbedaan dan persatuan.

Perbedaan cara ungkap, gaya lukisan, dan respons itu yang ditangkap kurator Effix Mulyadi sebagai salah satu daya tariknya. Dia menyoroti setiap lukisan dari tujuh perupa itu dalam catatan kuratorialnya.

Ada yang mencoba mendokumentasi sebuah aksi, ada pula yang melempar filosofi-filosofi serta metafora yang kesemuanya memiliki semangat menghargai perbedaan dan mencintai persatuan. Menurut Efix Mulyadi, ini seni yang beragam, atau keragaman di dalam menafsir tema yang mereka usung maupun di dalam ungkapan artistik, atau olah seni untuk memperjuangkan kebhinnekaan, dan sejenisnya.

“Ketujuh seniman inivsudah tentu berbeda di dalam menangkap dan menafsir mengungkapnya. Hajatan ini juga merupakan wujud keterlibatan mereka untuk ikut mendorong tumbuhnya pengertian dan kesadaran akan hakikat kemajemukan di antara warga,” jelas Effix Mulyadi.

Sementara arsitek dan desainer urban Sigit Kusumawijaya mengenalkan sebuah konsep urban farming, pertanian di area perkotaan di proyeknya yang terletak di Cipete, Jakarta Selatan. Konsep urban faming pada skala hunian ini bertujuan untuk mengenalkan gaya hidup yang sehat dengan cara menanam tanaman pangan seperti sayuran, obat-obatan, buah-buahan.

Daripada hanya menanam tanaman hias, menanam tanaman pangan memiliki visi untuk menuju kemandirian pangan yang dimulai dari level keluarga. Penyewa kos pun dapat teredukasi untuk hidup lebih sehat dan dapat ikut berkebun dengan pemilik di kebun yang terdapat hampir di seluruh area bangunan.

#perupa #senirupa

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page