top of page
  • Vicharius DJ

Napak Tilas Jejak Arsitek Legendaris Friedrich Silaban


Pada 1955 selepas menyelesaikan pendidikan arstitektur di di Aacademie voor Bouwkunst di Amsterdam, Friedrich Silaban memutuskan kembali ke Indonesia. Kebetulan saat itu Presiden Sukarno sedang mengadakan sayembara pemilihan arsitek yang akan merancang masjid di Jakarta, Masjid Istiqlal. Friedrich tentu tak ingin melewati kesempatan emas itu. Dia termasuk dari 22 arsitek dari 30 orang yang lolos persyaratan. Tak disangka, Bung Karno memilih Friedrich sebagai pemenang sayembara berjudul ‘Ketuhanan’. Unik memang karena Friedrich yang kebetulan beragama kristen didaulat merancang sebuah masjid terbesar di Asia Tenggara. 

Sebenarnya karya Friedrich di Indonesia bukan hanya Masjid Istiqlal. Semasa hidupnya, dia merancang banyak bangunan ikonik di Jakarta. Sebut saja Gedung Bank Indonesia (1958), Gedung Pola (1960-1961), Gedung BNI (1960-1961), Departmen Kejaksaan (1961), Monumen Pembebasan Irian Barat (1962), dan Markas Besar Angkatan Udara (1964). Cobalah datang ke Galeri Nasional, Anda akan mengenal lebih dekat sosok arsitek terbaik yang pernah dimiliki Indonesia dalam pameran bertajuk Friedrich Silaban. Pameran ini dengan rinci menjelaskan kisah hidup sekaligus karya Friedrich yang dijelaskan lewat sketsa asli, foto, dan benda memorabilia lain. 

Racangan Friedrich terkenal berunsur modern pada zamannya, beradaptasi dengan iklim tropis seperti sinar matahari, hujan, dan angin. Kolom-kolom beton yang menjulang tinggi juga digambarkan Friedrich sebagai penegasan wibawa sebuah bangsa. Namun karier Friedrich lambat laun meredup, sesuai dengan perpindahan kekuasaan presiden Indonesia dan gejolak politik di Tanah Air. Banyak rancangannya yang tak rampung seperti Tugu Nasional, Menara Bung Karno, dan Teater Nasional. Hanya ada sketsa, dan tak pernah direalisasikan. Untuk bertahan hidup dan menyelamatkan karirnya, Friedrich pernah melamar di PBB. Sayang, saat itu tidak ada posisi yang cocok dengan keahliannya. Kondisi kesehatannya lalu memburuk dan memaksa dia beristirahat di rumahnya di kawasan Bogor. Meski terus berkarya, karirnya tak bisa menandingi bayang-bayang kesuksesan di masa orde lama hingga sang arsitek menutup mata. 

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page