top of page
  • Vicharius DJ

Dua Langgam Perupa Indonesia-Amerika Serikat; Surealis dan Realis


Bila pada pekan pertama lalu Anda datang ke lobi gedung World Trade Center 2 di Jakarta Selatan, Anda akan melihat pemandangan yang tidak biasa. Puluhan orang berkumpul di sana untuk menyaksikan langsung karya dua perupa dari dua negara; Jurnaldi Alfi dan Adam de Boer. Pameran itu betajuk Legacies: Real and Imagined. Pameran seni ini, diluncurkan oleh PT Jakarta Land yakni sebuah perusahaan properti dan diresmikan oleh His Excellency Joseph R. Donovan Jr., selaku Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia. 

Nama Alfi selama ini sudah dikenal sebagai salah satu seniman kontemporer Indonesia yang cukup mendunia. Sementara Adam, adalah seniman penerima beasiswa dari Aminef dan Fullbright yang berkesempatan menjajal pendidikan seni di Institut Seni Yogyakarta. Keduanya punya langgam karya yang benar-benar berbeda. Adam, melukis dengan kekhasan perupa barat menghadirkan karya dalam balutan warna pastel yang kalem. Menggambarkan langit Amerika yang punya warna lebih lembut ketimbang Indonesia yang tropis dan punya warna-warna kuat nan mencolok. 

Sementara Alfi, punya karya yang penuh komposisi warna yang berani. Merah, hitam, berpadu dalam abstraksi karya realisme seni kontemporer. “Sejarah seni rupa dulu adanya namanya istilah Mooi Indie, dimana menggambar pemandangan lukisan yang indah-indah. Seperti, bagaimana indahnya Indonesia, gambar gunung, sawah atau pohon kelapa,” katanya. Ketua ISA Art Advisory Deborah Iskandar mengatakan bahwa pameran ini awalnya ditujukan untuk memberi ruang pameran bagi Adam yang akan kembali ke rumahnya di Los Angeles, California, Amerika Serikat. Karya yang ditampilkannya menjadi karya perpisahan untuk Indonesia. Dalam perkembangannya, mereka berpikir untuk menyandingkan karya-karya Adam dengan karya seniman Indonesia. Akhirnya tercetuslah nama Jumaldi Alfi yang memang sudah lama dikenal oleh Deborah. Menurutnya, keduanya punya kesamaan yang mampu menciptakan dialog antara seni rupa barat dan timur, khususnya Indonesia. “Adam adalah perupa barat yang mencoba membuat karya dengan menggunakan kekhasan karya-karya seni di Indonesia, khususnya Yogyakarta. Sementara Alfi selama ini adalah seniman kontemporer yang banyak mengambil gaya ataupun apropriasi terhadap karya barat. Saya pikir, karya dari keduanya akan menciptakan dialog tersendiri,” katanya. 

Deborah mengaku baru pertama kali mengadakan pameran untuk perupa yang disponsori oleh beasiswa Fullbright dan Aminef. Dia berharap akan lebih banyak karya-karya pertukaran pelajar dan mahasiswa yang bisa dipamerkan di masa mendatang. “Kita semua tahu beasiswa Fullbright untuk mahasiswa di bidang teknik, sains, atau ekonomi sudah banyak sekali, tetapi fine art jumlahnya tidak banyak. Semoga lebih banyak perupa seperti Adam yang dapat beassiwa untuk fine art di masa mendatang,” katanya. 

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page