top of page
  • Vicharius DJ

Breaking Through: Sebuah Pemberontakan Idealisme


Aurora Santika Pangastuti. Usianya masih 22 tahun, terbilang belia untuk seorang perupa yang sudah menemukan idealisme dalam karyanya. Kemarin, perupa kelahiran Bogor itu membuka pameran tunggal pertamanya bertajuk Breaking Through di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Terdapat 23 lukisan indah yang dikuratori maestro seni lukis, Suwarno Wisetrotomo. Ara, panggilan akrab Aurora bisa dibilang berhasil merebut dunia perempuan dalam fantasi Iaki-Iaki yang Iebih banyak menempatkan perempuan dari estetika tubuhnya, bukan pada persoaIan kompleksitas kehidupannya. 

Bahkan secara jeli Ara menangkap persoalan perempuan yang Iebih kompleks, rumit dan kadang tak dipahami Iaki-Iaki. 23 Iukisan Ara dalam “Breaking Through” seakan menjadi penanda kegeIisahan perempuan di Indonesia. Keberpihakan Ara terlihat jelas daIam Iukisan-Iukisannya. Suwarno yang juga Dosen Program Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Institut Seni Indonesia (ISI), Suwarno, menilai Aurora memiliki persyaratan yang dibutuhkan untuk menapaki jalan kesenian yang menurutnya tidak mudah. Pergulatan yang aungguh-sungguh, disertai integritas, komitmen, dedikasi dan semangat menjelajah serta memrobos kekangan, adalah modal besar dan penting untuk menghadirkan diri di panggung pemikiran dan penciptaan seni rupa hari ini serta masa depan. “Pemeran kali ini menghadirkan debutan dan perempuan pelukis muda yang berani memilih profesi sebagai pelukis dan sangat berani dalam mengambil tema yang sangat serius yang jauh dari sederhana. Bagi saya, itulah modal yang besar bagi Ara menapaki rimba dunia seni rupa. Semangatnya untuk menerobos itulah yang tampak menyala," ujar Suwarno. 

Sementara itu, seniman KP Hardi Danuwijoyo menyebut Ara sebagai perempuan yang mempunyai “hoki” besar. Itu membuatnya melakukan aktivitas dan berjodoh melakukan pameran di TIM. Karya Ara jelasnya bisa disebut neo-surrealism atau mudahnya disebut kontemporer. Yang dominan adalah dalam memilih subyek psikologis bertolak dari dirinya sendiri. Hal ini akan menimbulkan berbagai tafsiran “unik” dan juga bisa menjadi runtutan perjaIanan kisah tersendiri apabila mengikuti perkembangan Iukisan-Iukisan yang diciptakannya dari tahun ke tahun. Menurutnya karya Ara bukan sekedar pemberontakan menembus batas sebagai seniman muda, tetapi ada negasi terhadap persoalan aktual faktuaI yang terjadi disekitarnya. “Sangat idealis, ia tidak terpengaruh oleh tuntutan pasar Iukisan yang sedang ngetren saat ini, melainkan dia berusaha untuk menciptakan pasarnya sendiri. Barangkali ia tak mau politik. Ia mencari dunianya sendiri yang nyaman bagi dirinya,” ungkapnya. 

Ara sendiri merasa pameran tunggal berjudul “Breaking Through" ini merupakan Iangkah awal menapaki dunia profesionalitas seni rupa. Hal ini juga sekaligus perkenalannya dengan Iingkaran seni rupa di Jakarta. “Saya harap karya-karya daiam pameran ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat penikmat seni di Jakarta serta dapat meramaikan wacana sepak terjang perupa perempuan di Indonesia,” harapnya. Ara mengaku senang membuat karya yang menceritakan suatu kisah yang bermakna. Sebab, karya seni yang baik adalah karya yang ‘bercerita’ dan dapat menginspirasi pengamatnya untuk berpikir serta berbuat kebaikan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Karenanya, kisah yang disampaikan melalui karya-karyanya merupakan kisah yang terinspirasi dari pengalaman hidup baik yang dialami sendiri secara langsung maupun diamati dari sudut pandang pihak ketiga. “Problematika seperti bullying dan hingga kekerasan seksual yang terjadi di Iingkungan sekitar menjadi tema yang panting bagi saya untuk diangkat menjadi karya seni Iukis,” pungkasnya. 

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page