top of page
  • Vicharius DJ

Tafsir Jilbab dalam Perspektif Seni Rupa


Jilbab identik dengan identitas ke-Islaman meskipun kenyataannya tidak. Namun di Indonesia model berpakaian ini sudah kadung erat dengan simbol religiusitas. Begitu sensitif hingga sedikit orang yang ingin membicarakannya. Namun tidak demikian bagi enam perupa yang tergabung dalam pameran Yang Tersingkap di Balik Jilbab.

Salah satu yang berpartisipasi ialah Ipeh Nur. Perupa asal Yogyakarta itu menyuguhkan seni instalasi berjudul Borderless , sebuah lukisan dengan media dari kulit kambing. Figur pengantin dengan adat jawa ia tampilkan di sana yang menurut Ipeh mewakili sifat dualisme.

“Gimana jilbab bisa menyatu di budaya Jawa. Langgeng dan bisa diterima, padahal pakaian adat Jawa sudah ada pakemnya,” katanya. “Di panel yang satunya lagi ada simbol subyek yang kosong yang sebenarnya tidak kosong, tapi lebih ke roh dia yang tetap memakai jilbab,” tambah Ipeh. 

Dia mengerjakan karya itu selama tiga bulan dan tahu betul bahwa ini merupakan isu sensitif. “Yang jatuhnya judgemental, tapi ini lebih ke perkembangan mode aja sih. Ibu saya juga seorang penjahit busana pengantin Jawa, lucunya riasan payet digabungin sama jilbab, kayak ada inner-nya,” kata Ipeh.

Selain Ipeh, ada pula Lala Bohang yang hadir dalam seni instalasi Unbothered. Lala mengandaikan jilbab sebagai sebuah ruang dan ruangan adalah ruang aman dengan kepemilikan tunggal. Kalau pengunjung masuk ke dalam ruang yang ditutupi dengan kain putih tipis, maka akan ada lampu yang menyala.

Namun, bisa saja lampunya mati lagi. Lala menggunakan sensor gerak di beberapa sudut karya seni instalasi tersebut. Di bawah ruangannya, ia menaruh pasir-pasir yang disimbolkan sebagai ruang berpijak. “Aku mau bilang ini perjalanan yang spiritual tapi ternyata situasional banget,” tuturnya.

Menurutnya dalam ruangan itu ada opini, persepsi, dan agenda di luar pemiliknya yang tidak memiliki kekuataan atau pengaruh karena jilbab. “Jilbab itu kan urusan personal. Benar-benar infinity dan tergantung dari sudut mana melihatnya,” kata Lala. 

Lala menyatakan mencari pemahaman tunggal atas jilbab merupakan kesia-siaan karena kemungkinannya tidak terbatas. Tergantung waktu dan letak jilbab tersebut berada, dari sisi mana seseorang berdiri, dan melihat. “Lewat karya ini, saya mau berbagi pengalaman saya yang bukan dari teks atau image, karena kan kalau teks dan image itu sudah fix. Kalau kayak gini tergantung pengalaman,” pungkasnya.

Pameran ini merupakan bagian dari agenda DKJ Fest 2018 dengan Proyek Seni Perempuan Perupa 2018 sebagai pembukanya. Selain Ipeh dan Lala, perupa lain yang terlibat adalah Dian Suci Rahmawati, Dyantini Adeline, Ferual Afiff, serta Ratu R. Saraswati. Proyek Seni Perempuan Perupa jadi platform mengembangkan praktek seni rupa kontemporer. Program ini disebut Proyek karena DKJ mencoba memberi fasilitas dalam proses penciptaan karya seni. 

Jika Anda berminat, silakan mampir ke Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Pameran ini terbuka untuk publik hingga akhir Oktober mendatang. 

#Islam

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page