top of page
  • Vicharius DJ

Refleksi Politik Identitas dari Dua Seniman Peranakan


2019 merupakan tahun politik yang menguji seberapa besar kekuatan demokrasi bangsa Indonesia. Sialnya, hajatan besar Pemilu yang sudah berlangsung April lalu harus dilewati dengan politik identitas yang sangat kental dirasakan. Para politisi secara agresif menggunakan strategi ini untuk meraup dukungan yang alih-alih makin memperlebar konflik sosial. Sepertinya itulah yang dirasakan dua seniman, Bibiana Lee dan Indah Arsyah. Keduanya berkolaborasi dalam sebuah pameran bertajuk, id: Sengkarut Identitas di Galeri B, Galeri Nasional, Jakarta. Bibiana yang merupakan seniman berdarah Tionghoa menyajikan karya porselen sementara Indah dengan citraan fotografi. Keduanya berbicara tentang politik identitas dan representasinya pada berbagai peristiwa. Kurator pameran, Asmudjo J Irianto mengatakan sesuai dengan sejarah Porselen Cina Peranakan, karya Bibiana menampilkan refleksi personal dirinya sebagai pengalaman dan pandangan personalnya. 

Karya-karya tersebut merupakan buah pikir dari pengalaman peristiwa politis seperti tragedi 1998, Pilkada DKI Jakarta yang sarat politik identitas, dan lain sebagainya. Porselen Cina Peranakan dengan berbagai motif tersebut dihiasi berbagai teks tentang politik identitas. “Hal ini seperti ajakan bagi pemirsa untuk memiliki usaha dan kemauan dalam memahami persoalan politik identitas, yang merupakan persoalan laten, khususnya dalam kaitan posisi warga keturunan dalam kehidupan sosial-politik Indonesia,” kata Asmudjo. Bibiana menampilkan empat seri karya yang terdiri dari; Pertama, seri WNI Keturunan, yang terdiri dari satu set cup, saucer, dan satu piring kecil. Kedua, seri Sejarah, yang terdiri dari empat variasi piring yang masing-masing diberi judul: Since 1740; Orde Baru; May 1998; Indonesian Chinese. Ketiga, seri Masa Tenang, yang terdiri dari tiga variasi piring dengan motif bunga, yang masing-masing diberi judul: Festivals; Pesta Demokrasi; Post 1998. Dan terakhir, seri Politik Identitas yang terdiri dari variasi satu piring dan tiga mangkok, yang masing-masing diberi judul: Pilgub DKI 2017; Walisongo; A Nation Divided; Bhinneka Tunggal Ika. 

Sementara itu, karya-karya Indah berbicara tentang politik identitas dalam konteks persoalan yang lebih personal. Karya tersebut berupa citraan fotografi 6 orang model. Masing-masing foto dicetak di atas aklirik yang juga diukir oleh simbol-simbol tertentu yang menunjukkan budaya dari si model. Citra fotografi beserta simbol yang diukir di atas aklirik tersebut kemudian direfleksikan menggunakan lampu flood light LED dan LED senter sehingga menghasilkan bayangan di dinding. “Dengan berlapis citraan yang tersusun, citraan figur, torehan gambar grafis, proyeksi bayangan simbol-simbol masa lalu menjadi dasar pesa dari karya-karya Indah, betapa identitas bukanlah pekara yang sederhana,” katanya. Semua karya-karya Indah diberi judul Butterfly, mengingatkan kita pada metamorfosis yang dialami oleh kupu-kupu. Metamorfosis kupu-kupu berujung pada bentuknya yang ideal. Seperti setiap identitas telah mengalami metamorfosis atau perubahan yang dinamis, dan juga bergantung pada sudut pandang, baik pemilik identitasnya maupun dari pihak luar. Jika berminat untuk melihatnya, pameran ini bisa dinikmati publik hingga 16 Juni 2019 mendatang. 

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page