top of page
  • Vicharius DJ

Keputusasaan dan Harapan dari Karya Fotografi Semenanjung Korea


Semenanjung Korea pernah mengukir sejarah kejayaannya sebagai bangsa yang besar di daratan Asia. Namun semua berubah sejak perang saudara meletus pada 1950. Lebih dari tiga juta orang meninggal dan 10 juta keluarga terpisah. Konflik berdarah itu akhirnya memisahkan wilayah Korea menjadi dua bagian; utara dan selatan. Selain friksi yang belum tuntas hingga kini, sisa-sisa perang saudara masih membekas hingga kini. Tepatnya di Demilitarized Zone (DMZ). Wilayah ini membentang antara Korea Utara dan Selatan dengan panjang 249 Km dan lebar 4 Km. Sejak genjatan senjata tahun 1953, tak sembarangan orang bisa masuk wilayah ini. 

Selain masih banyaknya ranjau aktif dan senjata perang yang tertinggal, memasuki wilayah ini tanpa izin bisa memicu konflik antara dua negara. Nasib baik menghampiri Choi Byung Kwan, seorang fotografer asal Korea Selatan yang berhasil memotret wilayah ini selama beberapa kali kunjungannya ke sana. Jika ditotal sejak kunjungan pertama pada 1997 hingga yang terakhir 2005, Choi Byung Kwan menghabiskan enam tahun merekam apapun yang ia temukan. Ia sukses memotret lebih dari 10.000 frame. Sejak akhir Juni lalu, sebagian besar foto yang ia ambil dibawa dan dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta. 

Suram dan tragis jelas terpancar dari setiap foto yang ia tangkap. Wajah sendu prajurit yang sedang berjaga, pagar berduri, tanaman yang tumbuh liar, hingga senjata rongsok yang ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya. Meski setiap foto memiliki keistimewaan, Choi Byung Kwan memiliki foto favoritnya sendiri. Sebuah foto helm rusak yang di atasnya tumbuh sekuntum bunga. Ia bercerita bahwa foto tersebut merupakan helm dari tentara yang meninggal karena kepalanya ditembak saat perang. “Saat memotret ini, saya menangis. Karena saya pikir jiwa tentara yang gugur ini kembali hidup sebagai bunga,” katanya. 

Meski berdiri sebagai pagar yang dingin, namun DMZ menyimpan rindu sekaligus optimisme dari masyarakat kedua negara yang berbeda haluan tersebut. Choi Byung Kwan berharap apa yang ia potret mampu menjadi gambaran baru bagaimana dunia melihat semenanjung Korea dan memberikan kontribusi positif bagi kedamaian negerinya. “DMZ bisa disebut sebagai tanah kematian dan putus asa. Tapi saya merasa DMZ juga bisa disebut sebagai tanah penuh harapan dan masa depan. Saya terus menerus berdoa demi perdamaian negeri saya,” imbuhnya. 

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page