top of page
  • Ridhwan Siregar

‘Mengaku Dosa Memuja Rasa’, Mantra Baru Down For Life

Diperbarui: 18 Feb 2020


Oleh Ridhwan Siregar

‘Mengaku Dosa Memuja Rasa’, adalah rangkaian kata-kata yang disebut sebagai pesan tersembunyi dalam lirik lagu anyar band cadas asal Solo Down For Life atau DFL. Kalimat itu hadir di single “Mantra Bentala”, sebagai menu pembuka dari mesin perang metal dari kota Bengawan yang bersiap menghantam kembali dengan album baru yang dijadwalkan akan keluar di tahun 2020. 

“Kalimat itu spiritual bagi kami. Empat kata itu makna besar dalam kehidupan”, kata Stepahus Adjie sang vokalis sekaligus frontman Down For Life. “Untuk menjadi manusia yang lebih baik, dibutuhkan kesadaran untuk mengakui kesalahan dan mengaku dosa. Juga ada kata ‘rasa’ atau ‘roso’ di dalamnya. Maksudnya untuk mengolah rasa. Ada pepatah Jawa “Biso rumongso, ojo rumongso biso”, yang artinya jadi manusia yang bisa merasa, jangan yang merasa bisa”, tambah Adjie. “Mantra Bentala” yang dilepas dalam video lirik di platform youtube, tepat 25 Desember 2019 lalu menjadi hadiah natal dan tahun baru untuk para penggemar Down For Life dan metalhead Indonesia. Meski belum ditentukan judulnya, namun album penuh yang nantinya menjadi album keempat DFL, rencananya akan rilis di bawah naungan salah satu label rekaman musik keras terdepan di Indonesia, Blackandje Records. 

Kondisi sosial dan politik Indonesia memang kerap menjadi inspirasi Adjie dalam menulis lirik-lirik lagu DFL, khususnya di “Mantra Bentala”. “‘Mantra’ artinya doa dan ‘bentala’ dalam bahasa Jawa berarti bumi atau tanah. Dalam ajaran Jawa (Kejawen), ‘bentala’ digambarkan dalam warna hitam yang sering menggambarkan sifat keserakahan dan keburukan manusia”. Hal itu dijelaskan Adjie, yang merupakan sosok cukup humoris, di balik kegarangannya di panggung. “Aku pribadi ingin bikin lirik yang lebih jujur dan berbagi tentang pengalaman kehidupan”, tangkas Adjie yang merupakan tokoh penting dan berpengaruh dalam kancah permusikan Solo. Akibat kendala jarak dan waktu dari para personilnya, proses kreatif yang dilakukan pun tidak sama dengan lagu-lagu DFL sebelumnya, yang digarap secara jamming saat latihan. “Mantra Bentala” langsung digarap saat rekaman. Awalnya gitaris, Isa Mahendrajati merekam aransemen musik dasarnya, baru kemudian dibagikan ke personil lain. Setelah seluruh personil bertemu di studio rekaman, baru kemudian lagu tersebut dimatangkan. 

Menurut Adjie, proses penggarapan materi menjadi tantangan, karena saat ini Adjie tinggal di Jakarta, sementara Isa di Yogyakarta, dan personil lainnya ada di Solo. “Bahkan “Mantra Bentala” sama sekali belum pernah dimainkan di studio, apalagi di panggung”. Bagi Adjie, materi album baru nanti adalah perwujudan proses spiritual, baik dari segi musik, lirik dan segala proses yang menyertainya. Menjadi pembuktian bagi para personil Down For Life. “Bahwa kami bisa mengalahkan diri sendiri beserta ego, kemalasan, kepuasaan sesaat dan segala hal yang menghambat perjalanan kami”, tambahnya. Down For Life dibentuk pada tahun 1999 di Solo. Perjalanan dan dinamika kehidupan band yang telah memasuki usia dua dasawarsa ini akan dituangkan dalam album baru nanti. DFL memang sudah beberapa kali bongkar pasang personel. Selain Adjie, ada Ahmad ‘Jojo’ Ashar (bass), Rio Baskara (gitar), Isa Mahendrajati (gitar), dan M. Abdoel Latief (drum). Namun di Mantra Bentala, DFL dibantu oleh Mattheus Aditirtono, bassis D’ark Legal Society, yang juga sudah membantu DFL selama hampir 6 bulan belakangan, di tengah kesibukan Jojo yang masih berhalangan. Beberapa orang yang juga turut membantu mengisi suara latar yaitu Marungkup Tua Hutahuruk, I Gede Oka Wibawa, dan Adria Sarvianto. 

“Mantra Bentala” direkam di Dark Tones Studio di daerah Cijantung, Jakarta Timur pada bulan Oktober – Desember 2019 dengan Mitra Ananda Rizki dari Blackandje Records menjadi eksekutif produser. Proses perekaman, mixing dan editing dikerjakan Adria Sarvianto, dengan masukan dari Yossy Suherman yang biasa memegang kendali sound saat Down for Life manggung. Sementara mastering dilakukan oleh Benito Siahaan di Mogmog Studio Jakarta. Untuk konsep visual video yang mencantumkan lirik, dilakukan karena DFL ingin lebih membumikan dan menjelaskan esensi tema bermusik mereka. Video “Mantra Bentala” dikerjakan oleh A Aditya Alamsyah a.k.a Pepeng, seorang editor yang banyak mengerjakan beberapa film nasional dan Eriks Setiawan Bhulut. Mereka mengumpulkan dan menyunting footages penampilan down for life di berbagai panggung dari kurun waktu 2016 – 2019 dari Anggula, Chandra Bedjo, Ridhwan Siregar, Tebby Wibowo dan Tossa Rahardiyan. Nama-nama tersebut adalah beberapa fotografer dan videografer yang kerap membantu dokumentasi DFL kala tampil di berbagai acara. “Fasilitas peralatan yang sangat mendukung di studio membuat proses rekaman dan paska rekaman sangat bisa maksimal dengan menghasilkan sound yang diinginkan. Bagi down for life sendiri ini merupakan progres yang menarik secara musikalitas maupun produksi dengan dukungan penuh dari Blackandje Records," tutup Adjie. 

“Mantra Bentala” dikeluarkan dua tahun setelah rilisan mini album “Menantang Langit” dalam format 7’ vinyl oleh Demajors Records, yang membawa kedua kalinya DFL masuk dalam nominasi AMI Awards melalui single “Liturgi Penyesatan” (versi akustik). Selain itu di tahun 2013, album “Himne Perang Akhir Pekan”, terpilih masuk ke dalam 20 album terbaik versi majalah Rolling Stone Indonesia, dan “10 Album Nasional Terbaik 2013” versi Majalah Tempo. Selain itu DFL juga sempat terpilih mewakili Indonesia di Jerman, di ajang tahunan Wacken Metal Battle. Pencapaian tersebut, membuat Down For Life semakin disegani dalam scene musik keras nasional. 

#downforlife

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page