top of page
  • Vicharius DJ

Ratapan Melanesia tentang Lingkungan yang Rusak


Oleh Vicharius DJ

Sutradara dan penulis naskah Garin Nugroho akhir pekan kemarin berhasil mementaskan pertunjukan teater dengan lakon, Planet-Sebuah Lament. Tema lingkungan dan bencana alam menjadi fokus dalam pertunjukan. Garin menceritakan dalam pertunjukannya, manusia hanya ditinggalkan sebuah telur. Ada makhluk-makhluk dari benda yang tak terurai, plastik menjadi monster, dan manusia harus menyelamatkan telur untuk energi dan pangan. Bagi sutradara film Ku Cumbu Tubuh Indahku itu Planet-Sebuah Lament bukanlah pekerjaan mudah. Selama lebih kurang tujuh tahun Garin melakukan riset untuk menguatkan naskah buatannya.

“Obsesinya sejak tujuh tahun yang lalu. Sebenarnya jauh sebelum itu, sudah saya lakukan sejak tahun 1980-an saya sering bolak-balik ke Papua dan tertarik dengan budaya lament atau lagu-lagu ratapan,” jelasnya. Pertunjukan teater juga menjadi sebuah perayaan bagi Melanesia. Melanesia yang merupakan gugus kepulauan yang memanjang dari Papua dan Aru lalu ke Timur sampai Pasifik bagian barat dikenal sebagai kawasan yang paling 'musikal'. Garin Nugroho menyebut pementasan ini adalah upaya unjuk gigi sekaligus perayaan. “Sebagai wilayah musikal yang jarang mendapatkan tempat di dunia untuk venue-venue terbaik, dan ini saatnya untuk mengekspresikan diri,” ungkapnya. 

Menurut Garin, banyak permasalahan di wilayah Melanesia yang bisa dipecahkan dengan memberikan ruang-ruang berekspresi. Salah satunya melalui seni pertunjukan. Sebanyak 90 persen pemain dalam 'Planet - Sebuah Lament' berasal dari bagian timur Indonesia. "Makanya disebut sebagai perayaan Melanesia," ungkapnya. Mengusung perpaduan budaya dari Indonesia Timur (Melanesia), Garin Nugroho melakukan kombinasi elemen pergerakan tubuh dari tradisi Nusa Tenggara Timur hingga Papua dengan gerak tablo dan tubuh kontemporer yang dikoreografi Otniel Tasman dan Boogie Papeda. 

Pertunjukan ini juga dilengkapi lantunan suara indah dari Mazmur Chorale Choir asal Kupang yang dipilih melalui proses seleksi sejak akhir 2018. Garin mengambil referensi tablo jalan salib yang ada di Larantuka, Flores Timur. Tiap babak dinarasikan melalui paduan suara dan lagu-lagu ratapan pada transisinya. “Sebagai konsep visual, saya memasukkan unsur empat film pendek, masing-masing 3-5 menit. Empat film pendek ini juga berfungsi sebagai ruang dan waktu, simbolisasi jalan salib dan representasi bumi atau planet. Ini merupakan sebuah lament menemukan planet keselamatan,” tambah Garin. 

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page