top of page
  • Vicharius DJ

Memaknai Ulang Lakon Panembahan Reso


Oleh Vicharius DJ

Reso, seorang pejabat kerajaan larut dalam lamunannya ketika sinar bulan bersinar malam itu. Ia masih memikirkan mimpinya tentang kerajaan yang bersimbah darah. “Rasanya aku seperti mengambang di alam mimpi. Padahal mata melek tak bisa tidur. Tak bisa tidur karena sedang bermimpi. Hahaha... mimpi buruk lagi,” gumam Panji Reso sambil tertawa. Sementara Raja Tua tak tahu bahwa anak-anaknya seringkali membicarakan kerajaan baru. Mereka sibuk menyoalkan tentang 'kursi' yang belum diraih dan segala macam cara agar menjatuhkan ayahandanya. Ratu Dara yang paling bengis dan penuh ambisi dari Ratu Padmi dan Kenari sibuk memikirkan cara agar Pangeran Rebo bisa naik takhta. 

“Anakku harus menjadi Raja,” gumam Ratu Dara suatu hari. Banyak cara ia pakai. Dari menuduh dua pangeran melakukan boikot dan melawan Raja Tua, mencoba meracuni keluarga kerajaan sampai berselingkuh dengan Panji Reso. Hanya satu di pikirannya: takhta bukan kursi biasa. Ketika Pangeran Rebo naik takhta, mereka berpesta. “Sebagai Raja namaku bukan lagi Rebo!” Serunya. “Itu nama pemberian almarhum ayahku yang sekarang wafat. Waktu aku lahir dalam keadaan mabuk, dia menyangkal hari Rabu padahal Kamis. Sekarang namaku, Mahesa Kapuranta,” tutur Pangeran Rebo. 

Penggalan intrik kekuasaan dalam cerita drama dengan lakon Panembahan Reso tak berhenti sampai disitu saja. Ratu Dara dan Panji Reso masih melancarkan segala upaya demi takhta yang ingin diraih. Pertunjukan teater ini merefleksikan bagaimana suatu pemerintahan, perebutan kekuasaan yang diraih dengan cara-cara licik dan penuh darah. Demi kekuasaan, anak-istri, saudara, dan sahabat pun dikorbankan. Panembahan Reso memang tak lekang oleh waktu. Teater ini ditulis oleh WS Rendra dan dipentaskan pertama kali pada 1986 selama tujuh jam. Pada 25-26 Januari kemarin di Ciputra Artpreneur Theater lakon ini dipentaskan ulang denga durasi yang lebih singkat yakni tiga jam. 

Oleh sutradara Hanindawan, materinya dipadatkan agar sesuai konteks zaman. Namun ia bilang tak ada satupun karakter di lakon itu yang dipadatkan. “Ibarat sungai, saya mengambil arusnya, tidak akan mengurangi dinamika cerita. Risikonya tetap ada dialog yang hilang, seperti dialog repetitif atau yang basa-basi,” kata Hanin. Namun Hanin juga mengatakan hadir sebagai penafsir teks Rendra. Sutradara dari Teater Gidag-Gidig ini mengakui telah mengubah sebagian cerita untuk menyesuaikan konteks dalam kehidupan zaman ini. “Misalnya ada tokoh Ratu Kenari yang dalam teks ceritanya mati bunuh diri, tapi di sini tidak saya matikan. Sebaliknya, ada tokoh yang di teks asli hidup, tapi saya matikan,” ujar dia. 

Panembahan Reso bercerita tentang ambisi manusia untuk meraih kekuasaan. Sejumlah tokoh dalam cerita itu berebut kekuasaan sebagai raja dengan cara apapun, bahkan dengan bertaruh nyawa. Panembahan Reso sendiri dikenal sebagai orang yang baik dan bersih. Namun di balik itu, dia memiliki siasat yang lihai untuk mendapatkan kekuasaan. Seno Joko Suyono sebagai produser mengatakan cerita lama tersebut akan tetap cocok dengan konteks zaman sekarang. Dia menilai karya-karya Rendra memang abadi, sehingga bisa dimaknai dalam konteks zaman manapun. “Karena Rendra selalu mengambil tema-tema yang substansial, tidak pernah di permukaan. Saya yakin beliau menggunakan riset mendalam setiap membuat cerita,” ujarnya. 

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page