top of page
  • Vicharius DJ

Dua Sisi Tak Terpisahkan Koentjaraningrat

Profesor Koentjaraningrat banyak dikenal sebagai bapak antropologi atau seorang antropolog andal yang pernah dimiliki Indonesia. Pemikiran dan hasil risetnya seringkali muncul dalam buku-buku akademik. Karena kiprahnya itu, tak banyak yang tahu bahwa Pak Koen, sapaannya, memiliki sisi lain yang juga tak terpisahkan dari dirinya. 


Putri sulung Koentjaraningrat, Sita Satar, menyebut, bapaknya selalu membawa pensil atau pulpen untuk mencorat-coret. Bapaknya juga suka menggambar rekan-rekannya saat rapat, lalu memberikan gambar itu ke mereka. Sisi inilah yang menggambarkan sosok lain Pak Koen. Ia bukan hanya seorang antropolog, Pak Koen layak disebut sebagai seniman. 

Kurator Galeri Nasional dan Salihara, Asikin Hasan menyebut bahwa garis-garis gambar Koentjaraningrat efisien. Pak Koen seakan tahu kapan harus memulai dan berhenti menggaris. ”Saya juga kagum dengan bagaimana beliau menangkap karakter lukisan, misalnya ibu tua Jawa,” kata Asikin.


Karya-karya Pak Koen dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta pada pameran bertajuk Peringatan 100 Tahun Koentjaraningrat. Terdapat 60 lukisan yang kemarin terpajang bagi publik. ”Lukisannya juga jadi sangat berbeda ketika beliau studi karakter wajah dan postur orang-orang India. Ini tampak dari proporsi atau bahkan mata mereka,” tambah Asikin. 


Selain menggambar dengan pensil dan tinta, Pak Koen juga melukis dengan cat air dan cat akrilik. General Manager Bentara Budaya Ilham Khoiri mengapresiasi akurasi Pak Koen ketika menggunakan cat air. Menurutnya, melukis dengan cat air lebih sulit daripada cat minyak dan cat akrilik.

Cat air mesti disapukan secara akurat sehingga cat tidak perlu ditumpuk-tumpuk atau digosok-gosok dengan kuas. Jika itu terjadi, kertas gambar bisa bolong. Sementara itu, cat akrilik atau cat minyak dapat ditumpuk dan digosok. ”Sabetan kuasnya akurat dan efisien, jadi lukisannya agak minimalis, tetapi menghasilkan apa yang diinginkan. Ini tampak dari karya-karya Pak Koen,” ucap Ilham.


Tidak jelas bagaimana atau dengan siapa Koentjaraningrat belajar melukis. Namun, Asikin menduga Koentjaraningrat belajar melukis saat berinteraksi dengan pelukis-pelukis zaman dulu, seperti maestro S Soedjojono dan Trubus Soedarsono. Kala itu, sejumlah pelukis ikut dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mereka dulu berjuang secara gerilya, antara lain, dengan melukis langsung di tempat.


Seni dan sains kerap dianggap dua kutub berbeda. Sudah beda sekolahnya, beda pula pendekatannya dalam berkarya. Sains harus ilmiah, sementara seni membebaskan perupanya berekspresi. Di tengah kontras seni dan sains, Koentjaraningrat berhasil menembus batas keduanya.

Kurator Bentara Budaya Efix Mulyadi mengatakan, ilmuwan apa pun dan seniman apa pun seolah-olah bekerja di dua jurusan berbeda, tapi sesungguhnya punya tujuan sama: ingin mengetahui sesuatu atau kalau bisa, menyingkap kebenaran.


”Ilmuwan mengungkap suatu wilayah yang belum pernah diketahui manusia, termasuk luar angkasa dan laut dalam. Tetapi, seni membuat manusia juga mencari kebenaran di balik apa yang kadang tidak terlihat. Ini dua hal yang kelihatan beda, tapi sesungguhnya sama saja,” ucap Efix.


Kehadiran Pak Koen yang berkarya di bidang sains dan seni, menurut Efix, patut disyukuri. Sebab, tak banyak orang yang mampu melakukannya. Semakin sulit menemukan manusia pandai yang juga nyeni di masa modern.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page