- Vicharius DJ
Enigma 80 Tahun Goenawan Mohamad
Goenawan Mohamad atau yang dikenal dengan GM, suatu kali hendak melukis di sebuah media berukuran 3x4 meter yang dibagi menjadi dua panel. Sri Malela Mahegarsari yang sering bersama GM melukis di sela kesibukan menjadi saksi proses penciptaan karya lukis itu. Menurutnya GM hendak melukis seekor binatang purba. Selang beberapa waktu kemudian entah mengapa di bagian kanan kanvas ia tambahkan sepotong tubuh laki-laki dengan dada tegap terbuka tanpa lengan tangan kanan, kedua kaki, dan kepala.
Di hadapan tubuh itu, di bagian kiri kanvas, tergolek sepotong kepala sapi yang bertanduk. GM menurut cerita Malela, menorehkan tulisan tangan di kanvas itu. Tulisannya berbunyi, ”…. dan para dewa percaya Lembu Sora tak kembali.” Lukisan itu pun kemudian diberi judul Lembu Sora. Kisah Lembu Sora di dalam sejarah Majapahit cukup menarik. Lembu Sora sebagai salah satu tokoh perintis yang setia mendampingi Raden Wijaya ketika mendirikan Kerajaan Majapahit. Ia akhirnya menjadi korban intrik kekuasaan, selepas pemberontakan Ranggalawe.

Proses pembuatan lukisan dari awal niatan hingga selesai inilah yang dalam catatan hidup GM ia sebut sebagai enigma. Enigma terbangun dari sebuah koreksi atas ide awal hingga berujung pada keindahan. Bukan hanya satu melainkan seluruh lukisan dari tangan GM dilalui dalam proses enigma. Seperti karya lain berjudul Sapardi.
Menurut Malela lukisan itu dibuat GM saat mendengar sahabat dekatnya, Sapardi Djoko Damono, wafat pada 19 Juli 2020. ”Sapardi semula dilukis seperti apa adanya dengan tubuh yang kurus. Akan tetapi, GM terus-menerus mengoreksi tubuh Sapardi itu hingga akhirnya tidak lagi bertubuh kurus,” ujar Malela seraya menambahkan, karya-karya GM sudah tidak lagi mempersoalkan anatomi tubuh atau kesesuaian sebagai lukisan potret.

Mungkin saja bentuk tubuh Sapardi dilukiskan kurus dan tipis sesuai kenyataannya. Akan tetapi, Sapardi memiliki karya-karya yang berlimpah sehingga GM pun melukis tubuhnya menjadi gemuk. Dua karya tersebut dipamerkan di Galeri Nadi dalam rangka ulang tahun GM yang menginjak usia 80 tahun. Malela menjadi salah satu kurator di pameran bertajuk Di Muka Jendela: Enigma.
GM menyebut pameran itu sebagai penanda umur 80 tahun saja ketimbang prestasi seni rupa mengingat banyaknya karya, ada 100 lebih drawing dan 50 lukisan. Selain Galeri Nadi, sebagian lukisan lain dipamerkan di Galeri Salihara, Jakarta.

Kurator lain Hendro Wiyanto menyebut pameran GM ini sebagai pameran seni rupa oleh seorang penyair. Hendro menulis catatan kuratorial dan menyinggung masa kecil GM yang pertama kali bertemu puisi di tanah kelahirannya. ”Kita lupakan sejenak bahwa puisi seperti yang lazim dimengerti orang banyak adalah sebatas deret atau susunan kata puitis dan sekaligus bermakna,” ujar Hendro.
Seperti halnya puisi, ketika melukis GM tidak mengutamakan hal yang dilukis itu dengan jelas dan terang. Ia melukiskan suasana ambigu, lewat sosok potret figur, dongeng, mitologi, parodi sosial, dan sebagainya. Hendro mempertegas itu dengan menukil tulisan GM perihal menggambar, bukan membuat bentuk. Menggambar adalah mengikuti ritme yang menggerakkan tangan, seperti musik menggerakkan tubuh menari.

Di gambar dan lukisan GM, menurut pengelola Galeri Nadi, Biantoro Santoso, terlihat menyuguhkan banyak ide. Seperti karyanya yang berjudul Black Lives Matter (2020). ”Goenawan melukis tubuh Yesus,” ujar Biantoro seraya menunjukkan tulisan tangan GM di lukisan itu yang mengutip salah satu ayat Yesaya dari Injil.
GM melukis tubuh Yesus terbaring lemah dengan hanya mengenakan penutup kain putih untuk bagian pinggang. Di bagian kiri kanvas, di atas kepala Yesus yang terbaring, dilukis sebuah piala besar. Piala menggambarkan wadah untuk darah Yesus yang tertumpah. Lukisan ini mungkin saja bagian enigma ketidakterdugaan dari GM. Bagi umat Kristiani, lukisan itu mengisyaratkan pengorbanan tubuh dan darah Yesus untuk penebusan dosa agar selalu dikenang. Pameran ini masih berlangsung hingga 28 Agustus dan 29 September mendatang.