top of page
  • Vicharius DJ

Imajinasi Tanpa Batas Para Perupa Perempuan

Sepanjang pertengah Juli hingga pertengahan Agustus kemarin Art:1 New Museum menggandeng enam perupa perempuan muda pada pameran seni rupa bertajuk Infinite Illusions. Mereka adalah Desy Febrianti, Elisa Faustina, Faelerie, Mutiara Riswari, Ramadhyan Putri Pertiwi, dan Rizka Azizah Hayati. Terdapat 56 karya yang dipamerkan dan seluruhnya dihimpun dalam sebuah kerangka tema kuratorial ilusi tanpa batas.

 

Kurator Kuss Indarto menjelaskan kerangka tersebut menggambarkan bahwa secara konseptual dan secara visual, karya para perupa di dalamnya diberi keleluasaan yang penuh untuk mengikuti alur kembara imajinasi masing-masing.

 



“Mereka mengembarakan dunia gagasannya yang kemudian dieksekusi dalam bentuk visual yang berbeda satu sama lain. Pada aspek kesepadanannya antara lain pada pilihan kreatif atau visual yang cenderung abstrak atau abstraktif,” kata Kuss.

 

Ada Desy yang memvisualkan tentang ingatan masa lalu atau masa kanak-kanaknya, Elisa yang berbicara tentang dunia spiritual yang melingkupi keseharian hidupnya, serta Faelerie yang menghayati imajinasi tentang flora dalam karya sulamnya. 

 



Selain itu, ada juga Mutiara yang asyik dengan keyakinannya bahwa manusia itu jagad cilik atau mikrokosmos, lalu Ramadhyan yang mengagumi eksotisme panorama alam dan jagad raya, serta Rizka yang suntuk mengeksplorasi efek-efek karat sebagai sumber artistika visual pada karyanya.

 

Kuss menjelaskan di samping menyoal dunia kekaryaan visual mereka, pada perspektif lain, pameran ini juga memberikan forum bagi para perupa perempuan di tengah dominasi perupa laki-laki, bahkan lebih dari itu, di celah kultur patriarki yang masih cukup kuat bercokol dalam seni rupa Indonesia.

 



“Pada konteks ini, kita bisa mengingat kembali pertanyaan Griselda Pollock dalam bukunya berjudul Vision and Difference yang mengulas tentang problem seni dan gender, apakah menambah jumlah perempuan pada sejarah seni sama dengan memproduksi sejarah seni feminis?” kata Kuss.

 

Pertanyaan ini, kata Kuss, merupakan hal kompleks karena menyangkut banyak persoalan, mulai dari masalah kultur, geopolitik, sosiologis, dan sekian banyak masalah lainnya. Namun, menurutnya, setidaknya pameran ini berupaya memberi poin pada upaya untuk merujuk akan pentingnya peran perempuan dalam aktivitas dan produktivitas artistik, serta lebih jauh lagi, memberi ruang juga peluang bagi perempuan untuk memberi suara dan partisipasi dalam praktik produksi kebudayaan secara umum.

“Saya kira dengan forum yang bagus seperti ini, mereka akan dengan spirit yang kuat akan menghasilkan karya yang kuat. Mudah-mudahan ini awal yang baik buat mereka,” tambah Kuss.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page