top of page
  • Vicharius DJ

Melihat Indonesia dengan Karya Seni yang Beragam

Gedung Sarinah Thamrin kembali mengukuhkan diri sebagai salah satu pusat gelaran kebudayaan dan seni Indonesia. Sekitar 31 seniman Indonesia bergabung dalam sebuah pameran yang sarat akan tema nusantara di artina.Sarinah yang memilih tajuk, wastu/loka/kala.

 

Direktur Artistik artina.Sarinah, Heri Pemad mengatakan pameran ini menawarkan cara pandang yang dinamis dalam melihat Indonesia 'hari ini. “Kami membedah suatu pemahaman nusantara melalui cara kreatif para seniman rupa kontemporer Indonesia,” kata Heri.

 

Karya-karya yang ditampilkan khazanah tradisi (kesenian, pengetahuan, teknologi, kearifan sosial) yang benar-benar 'hidup' dan 'bertahan' dari waktu ke waktu. Bertahan dengan caranya sendiri, meski didera ancaman globalisasi yang mustahil terbendung. Sederet seniman kenamaan seperti Asha Darra, Mella Jaarsma dan Joko Avianto.

 

Dalam pameran seni di artina.Sarinah, Mella Jaarsma berkolaborasi dengan seniman asal Sentani, Papua. Dia meneliti tentang lukisan di kulit pohon dalam tradisi budaya Papua. “Karya saya yang berjudul 'Hitam Nomor 2' ini adalah edisi kedua yang sebetulnya saya ciptakan setelah diskusi dengan seniman dari Sentani, Papua,” buka Mella

 

Mella Jaarsma bercerita bahwa ia mulai berkolaborasi untuk Jogja Biennale tahun lalu karena banyak terinspirasi dari cerita-cerita dari setiap daerah yang punya perkembangan tentang seni. Di daratan Sentani, kata Mella, ada cerita tentang seni tradisi yang menarik untuk ditelisik. Dalam sejarahnya, ada lukisan-lukisan yang mereka buat di kulit pohon sejak awal abad ke-20.

 

Menurut hasil riset Mella Jaarsma, lukisan itu dibawa ke Eropa dan menjadi contoh untuk mengawali modernisme di Eropa. “Bahkan lukisan-lukisan ini menginspirasi Pablo Picasso dan pelukis lainnya di masanya,” sambung Mella.

 

Nama Mella Jaarsma dikenal dalam ranah seni rupa kontemporer Indonesia. Sejak awal berkarya di Tanah Air, seniman asal Belanda yang kini menetap di Yogyakarta itu sudah mengeksplorasi tentang tema pewayangan.

 

Selain Mella, pameran ini juga menjadi kesempatan untuk mengenang Sri Astari Rasjid, seorang seniman kontemporer dan diplomat yang wafat pada 11 Desember lalu. Kurator pameran, Agung Hujatnika, mengaku nama Sri Astari Rasjid sengaja diundang karena ciri khas karya dan identitas yang ditampilkannya sebagai seniman sejak 3 dekade yang lalu.

 

Agung menuturkan sebelum eks Dubes untuk Bulgaria, Albania, dan Makedonia pada 2016-2020 itu meninggal, patung dan karya seni instalasi Armour of Change sudah dipilih. “Kami sengaja mengundang Sri Astari Rasjid sebagai salah satu seniman dalam pameran kali ini karena jelas sekali karya-karyanya selalu menampilkan tema Nusantara dan khazanah khas Indonesia,” tutur Agung.

 

Menurutnya, seluruh seniman yang terlibat memamerkan karya-karya pilihannya sesuai konteks Nusantara di masa sekarang. “Kita tahu yang namanya kebudayaan itu tidak akan statis, selalu terbuka pada re-interpretasi. Hal ini tercermin dalam proses kreatif para seniman yang kami undang. Mereka mengeksperimentasikan bagaimana konsep nusantara dilihat secara terbuka dan cair,” tukasnya.

 

artina.Sarinah dibuka untuk umum mulai 17 Desember 2022 sampai 17 Februari 2023. Bagian keduanya bakal berlangsung mulai Maret sampai Mei 2023 dengan tajuk pameran yang berbeda.

 

Nama-nama seniman yang turut bergabung adalah Alfiah Rahdini, Bibiana Lee, Citra Sasmita, Dicky Takndare, Dwi Oblo, Dwi Sasono, Eddy Susanto, Eko Prawoto, Galam Zulkifli, Hansen Thiam Sun, Made Agus Darmika (Solar), Melati Suryodarmo, Meta Anjelita, Nano Warsono & Jogja Disability Arts, Popok Tri Wahyudi, Putu Sutawijaya, Radi Arwinda, Rubi Roesli, Ruth Marbun, Sasya Tranggono, Sigit Pamungkas & Gregorius Supie Yolodi, Sri Astari, Teguh Ostenrik & Yayasan Terumbu Rupa, Titarubi, dan Yani Mariani Sastranegara.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page