top of page
  • Vicharius DJ

Memangkas Ruang dan Waktu di Virtual Media Art Globale

Media Art Globale 2020 atau festival seni berbasis teknologi kembali digelar tahun ini. Pameran yang menggabungkan seni, teknologi, dan sains itu diselenggarakan kedua kalinya setelah tahun lalu cukup sukses menarik perhatian pecinta seni di Indonesia. Tahun ini karena masih dalam kondisi pandemi, Media Art Globale diadakan secara virtual.


Salah satu pameris yang ikut berpartisipasi adalah duo seniman WSTG. Mereka menampilkan karya berjudul Abstract Concert Extended Reality yang membuat siapa pun melihat seperti konser digital. Windy Setiadi asal Jakarta menceritakan mengenai karya kolaborasinya bersama dengan Thomas Geissl yang tinggal di Munich, Jerman.



Menurut Windy, WSTG ingin mengembangkan eksperimen pertama ini untuk dapat berintegrasi menjadi sebuah karya fisik di masa yang akan datang. “Sebenarnya kami (WSTG) ingin mempersembahkan sebuah wadah yang bersifat multi-directional, di mana pengguna platform tidak hanya berperan sebagai penonton tapi juga mendapat kesempatan untuk menjadi bagian dari karya seni tersebut,” tutur Windy.


Bila dideskripsikan, ada gambaran visual yang membentuk garis-garis yang ada seperti sebuah jaringan. WSTG mencampurkan antara actions, visual, dan audio. Dengarlah menggunakan headset dengan volume suara yang lebih tinggi. Windy menyebut karya WSTG sebagai eksibisi immersive yang dideskripsikan secara subyektif tergantung penikmat seni yang menonton.



“WSTG bertujuan agar pengguna platform dapat bereksplorasi lebih dalam dari segi audio maupun visual di mana kita memberikan fitur penyesuaian yang memberikan kebebasan untuk mengatur volume dan juga intensitas visual sehingga pengguna dapat mendapatkan pengalaman estetika yang personal dan demokratis,” kata Windy.


WSTG terdiri dari Windy Setiadi, lulusan Music Production & Engineering dari Berklee College of Music, Boston, Massachusetts dan kini tinggal di Jakarta. Setelah Windy diundang oleh kurator Mona Liem untuk memajang karyanya, ia menggandeng Thomas Geissl.


“Saya mengajak Thomas Geissl sebagai kolaborator karena prototype virtual jamming yang ia kerjakan selama pandemi, saya rasa sangat potensial untuk dikelola menjadi sebuah karya yang menarik,” pungkasnya.



Sebenarnya new media art atau berarti seni media baru sudah terkenal sejak tahun 1965 di dunia. Hal itu disampaikan kurator sekaligus pendiri Connected Art Platform, Mona Liem. Namun di Indonesia, aliran ini dikenal lebih luas sekitar 10 tahun belakanngan. Sebelum menjadi kurator untuk Media Art Globale, Mona Liem yang kini tinggal di Swiss sudah mengkurasi tiga festival lainnya. Setelah berjejaring dan berkenalan dengan para seniman, akhirnya ia mengaku punya wadah untuk silaturahmi.


Connected Art Platform pun membuka sistem open call atau undangan terbuka untuk festival virtual kali ini. Ia tak menyangka lebih dari 60 seniman di 23 negara berpartisipasi. Seniman yang telah terpilih adalah Bayu P. Pratama, Andy Wauman, Fahmi Mursyid, Riyan Kresnandi, Theano Giannezi, dan Wivisual yang akan menampilkan karyanya di Realm Magna.


Mereka berani menyajikan karya cutting edge dengan mekanisme kinetik bahkan eksperiemen bagaimana setiap tanaman mempunyai suaranya masing-masing. Para seniman ini akan dimentori langsung oleh kurator Media Art Globale 2020 dan para seniman lainnya untuk program berkelanjutan. Media Art Globale 2020 bakal dibuka hingga 30 November 2020 di situs www.mediaartglobale.com.




0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page