top of page
  • Vicharius DJ

Menelusuri Gari-garis Kebebasan Ipong Purnama Sidhi

Satu lukisan terbesar Ipong Purnama Sidhi ditampilkan di dalam pameran bertajuk Garis-garis Ipong Purnama Sidhi. Lukisan itu tanpa judul (Untitled 4), dibuat pada 2020 dengan media campuran di atas kanvas berukuran 290 kali 200 sentimeter. Ipong membentuk figur sentral berupa seorang laki-laki dengan mata terpejam, sebelah tangan kanannya mendekap dada sebelah kiri. Ipong melukiskan seorang lelaki dengan kepasrahan total. Figur-figur sentral di lukisan Ipong seperti ada di karya-karya sebelumnya itu cenderung mengilustrasikan dirinya sendiri.


Mungkin saja Ipong sedang melukiskan dirinya sendiri dalam kepasrahan total, dalam penyerahan diri sepenuhnya. Di sekelilingnya dilukiskan figur wajah-wajah bertopeng. Semua matanya terbuka. Mereka seperti ingin menyapa dan menghibur lelaki pasrah itu. Ipong melukis pula seorang perempuan bertopeng muka warna putih di sisi kanvas sebelah kanan. Perempuan itu mengulurkan tangan kirinya yang dicat dengan warna hijau dan bertato.



Lukisan itu menjadi salah satu yang meramaikan pameran yang diadakan Bentara Budaya Jakarta untuk mengenang 100 hari berpulangnya Ipong. Karya seni digital satu-satunya itu memancarkan gairah Ipong yang tak kunjung padam. Peristiwa menggores di layar komputer tablet menerbangkan ingatan dan sukacita Ipong tatkala menjalani tugas sebagai ilustrator.


Selain karya seni digital tadi, pameran Garis-garis Ipong Purnama Sidhi menampilkan 38 lukisan di atas kanvas disertai beberapa karya ilustrasi, karya grafis, lukisan di piring keramik, dan arsip kekaryaan Ipong lainnya. Ipong menawarkan kegairahan yang abadi. Di situ ditampilkan pula lini masa Ipong dalam menjalani 66 tahun masa hidupnya.


Selama beberapa pekan sebelum kepergiannya, Ipong tinggal di sebuah vila yang disewa di dekat tempat tinggal putri pertamanya, Sekarputi Sidhiawati, di Tegalalang, Ubud, Bali. Agung Prabowo, suami Sekarputi, menyatakan sangat menyukai karya-karya Ipong sehingga sekuat tenaga ia merawat semangat bapak mertuanya itu untuk terus berkarya.


”Saya mempersiapkan kertas-kertas dan tinta dari studio, termasuk menawarkan komputer tablet untuk terus memberikan stimulasi berkarya,” ujar Agung.



Agung mengajarkan cara melukis di atas komputer tablet itu. Ipong pun tekun mengikutinya. Secara perlahan Ipong menorehkan garis-garis hitam dan merah, hingga akhirnya membentuk sebuah figur wajah. Sesaat kemudian Ipong tertawa lepas. Ipong memang dikenal ramah, murah senyum, dan banyak tertawa.


Kesehariannya memang selalu menunjukkan rasa bahagia. Akan tetapi, kala itu tawa Ipong tampak lebih lepas. Ia seperti menerbangkan ingatannya ke masa-masa masih aktif ketika setiap hari merancang dan membuat ilustrasi untuk cerpen koran. Melalui teknologi komputer tablet itu, Ipong mendendangkan sebuah kemenangan dan harapan baru akan dunia ilustrasi.


Salah satu penulis di buku, Agus Dermawan T, menyinggung ilustrasi-ilustrasi Ipong terkadang justru lebih mencekam ketimbang tulisan cerpennya. Itulah daya Ipong dalam mengilustrasikan aspirasi, perasaan, dan kemauan orang lain yang dituangkan di dalam cerpen.


Dengan karya-karya ilustrasinya itu, Ipong menunjukkan kemampuan daya empatinya yang luar biasa kuat. Ipong sekaligus menunjukkan sebuah ketaatan terhadap kisah milik orang lain yang tidak bisa lagi ditawar-tawar. Ipong membuat ketaatan itu bukan menjadi sebuah belenggu. Di situ justru Ipong menemui kehendak bebasnya.



Efix Mulyadi, kurator pameran mengatakan dirinya sejak lama mengamati karya-karya ilustrasi Ipong. Ia melihat ada letupan kebebasan Ipong. Ia selalu menggambar figur atau suatu bentuk, tetapi figur dan bentuk ini seolah menjadi tidak penting. ”Di dalam setiap karya ilustrasinya, Ipong selalu membuat ledakan emosi. Ia menunjukkan dirinya sebagai seniman yang memiliki kebebasan sepenuhnya walaupun bekerja di sebuah redaksi koran yang penuh dengan ikatan,” ujar Efix.


Letupan kebebasan dan ledakan emosi Ipong hadir sebagai garis-garis yang bebas. Bahkan, Efix membahasakan garis-garis kebebasan Ipong itu seperti awut-awutan atau berantakan. Ipong seperti semau-maunya sendiri dalam menorehkan garis bebas berantakan menjalari tiap ruang sela ataupun tubuh figur dan bentuk yang dibuatnya secara deformatif pula. Beberapa lukisan Ipong yang dihadirkan di dalam pameran ini masih kuat mengesankan Ipong yang seperti berkarya semau-maunya.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page