top of page
  • Vicharius DJ

Menengok Eksplorasi Si Wajah Melamun

Perupa asal Yogyakarta Iwan Effendi menyelenggarakan pameran tunggalnya dengan tajuk, Daydreaming Face di RUCI Art Space Gallery, kawasan Little Tokyo, Blok M, Jakarta Selatan. Iwan, dikenal juga sebagai orang yang berada di balik pembuatan boneka Papermoon Puppet Theatre. Menurut Iwan hal itu saling mempengaruhi kekaryaannya dalam membuat gambar. Lewat tangan Iwan, boneka-boneka di Papermoon Puppet Theatre seperti yang dikenal publik sekarang. Boneka si Wajah Melamun tampak hidup dalam setiap panggung pementasan bersamaan dengan dramaturgi Maria Tri Sulistyani atau akrab disapa Ria.

Formula Wajah Melamun sudah dibentuk sejak tahun 2010. Saat itu, ia membuat format yang dinilai cukup efektif untuk mengekspresikan berbagai pengadegan dalam Papermoon Puppet Theatre yang non-verbal. “Wajah Melamun itu bebas punya makna apapun untuk mengekspresikan. Adegan senang tapi wajah sedih, atau sebaliknya. Itulah yang diwakili di atas panggung,” ungkapnya.


Di pameran tunggalnya, Iwan Effendi menampilkan belasan gambar tentang si Wajah Melamun, satu boneka yang biasa dipakai dalam pementasan Papermoon Puppet Theatre, satu karya seni instalasi site-spesific, dan satu animasi yang tengah dikembangkannya. Terkadang, ekspresi wajah kosong atau melamun itulah, kata dia, yang paling diingat oleh para penonton.

Rio Pasaribu, Direktur RUCI Art Space Gallery menerangkan penemuan Iwan Effendi atas wajah melamun bukanlah hal baru. Praktik ini sudah dimulai sang seniman sejak tahun 2008 dan menjadi pembahasan berbagai kritik seni. Fakta bahwa gerak tubuh telah menjadi media yang tepat untuk menerjemahkan emosi dari karakter puppet berwajah melamun, sudah dibuktikan dari berbagai kesuksesan pertunjukan Papermoon Puppet baik di dalam maupun luar negeri, yang mampu menyentuh hati para penontonnya.


“Dalam memaknai wajah melamun tersebut, ada sisi lain yang mencuri perhatian kami sebagai galeri seni kontemporer," tukasnya.

Pada pameran Daydreaming Face ia mengembangkan berbagai eksplorasi. Salah satunya adalah eksplorasi mengenai animasi yang berada di bagian depan ruang galeri. Demi mewujudkan animasi yang diinginkan, ia menggambar, memotret, menghapusnya lagi, lalu kembali menggambar. “Karena aku bekerja di teater boneka, orientasi kekaryaan aku jadi soal gerak. Panggung, pementasan itu kan bergerak sementara gambar itu tidak bisa bergerak,” tuturnya.

Ia bercerita bahwa seringkali mencoba banyak metode untuk membuat satu animasi ini. Gambar cuma satu, tapi bisa ratusan kali menggambarnya. “Aku gambar, foto, hapus, dan seterusnya. Ada jejak di sini, aku balikin ke gerakan kecil lainnya, aku pelankan lagi,” jelasnya .


Iwan Effendi menceritakan dia lebih senang menyebut karyanya sebagai gambar ketimbang lukisan. Gambar merupakan perilaku yang paling sederhana. Gambar pula yang disebutnya sebagai pertemuan antara dunia ide dan nyata. “Semua orang bisa menggambar tapi tidak semua orang bisa melukis. Aku menyebutnya sebagai gambar karena di satu sisi itu prilaku yang paling sederhana. Misalnya, guru berkata coba gambarkan gunung seperti apa, lebih enak diomong daripada coba lukiskan seperti apa," kata Iwan.


Pameran tunggal Iwan Effendi yang digelar di RUCI Art Space Gallery bersama Mizuma Gallery Singapura bisa dilihat hingga 14 November 2021. Bagi Anda yang menggemari karya seni dan karya-karya Papermoon Puppet Theatre, 'Daydreaming Face' bisa menjadi pilihan untuk mengisi waktu luang di akhir pekan. Pengunjung yang datang juga diatur secara protokol kesehatan yang ketat dan menggunakan masker.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page