top of page
  • Vicharius DJ

Merayakan Jakarta dan Keragaman Arsitekturnya

Jakarta, nama ini begitu tenar selama puluhan tahun sebagai pusat perputaran ekonomi Indonesia sekaligus simbol kota metropolitan pertama yang pernah dimiliki bangsa ini. Statusnya sebagai ibukota negara sebentar lagi akan diwariskan pada penerusnya kota Nusantara. Meski begitu, nama Jakarta mungkin akan selalu abadi seiring dengan dinamika masyarakat, sektor ekonomi, hingga arsitektur bangunan yang seakan tak pernah berhenti bertumbuh.


Sebuah pameran Jakarta Architecture Festival 2023 bertajuk TRANSIT(ION) merekam ekspresi itu. Sebuah ruang pamer di Autograph Tower, Thamrin 8 adalah sebuah wahana menyelami permasalahan ruang-ruang kota, sekaligus harapan dari sebuah tempat yang dahulu dikenal dengan nama Batavia. Pengunjung yang hadir akan disuguhkan dengan pemandangan yang khas dengan Jakarta. Puluhan foto yang memotret wajah gedung-gedung tinggi yang berdampingan dengan bangunan kecil nan kumuh, seolah jadi salam pembuka sebelum menelusuri Jakarta lebih dekat.

Foto tersebut juga menggambarkan sebuah kehidupan yang penuh keberagaman, baik secara sosial atau apa pun itu, walau sebenarnya jarak mereka hanya sejengkal. Sudut-sudut sungai yang kadang bersih dan kadang tak bersih juga ditelanjangi dengan apik. Nuansa kritik kembali dihadirkan lewat kumpulan foto Usman Iskandar. Esai foto menggelitiknya menggambarkan semrawutnya penempatan kabel-kabel dan benda yang ditata sewenang-wenang di sudut-sudut jalan.


Jakarta dan semrawutnya kabel menjadi gambaran polusi visual yang masih mudah ditemui di sekitar kehidupan. Sementara itu, karya Asmoadji berjudul Di Balik Kampung Itu juga mencoba menyoroti bangunan-bangunan yang berdempetan satu sama lain. Ia menggunakan barang-barang, seperti kayu dan seng, yang sudah tidak terpakai dalam karyanya. Ia mencoba merekam gambaran sebuah perkampungan di balik kota besar yang mencoba bertahan seadanya. Karya ini kemudian juga direspons oleh arsitek Cosmas D. Gozali menjadi sebuah instalasi yang tak kalah nyentrik.

Dalam pameran ini, pengunjung juga akan melihat berbagai ide desain arsitektur untuk beberapa bangunan penting di Jakarta dalam bentuk maket. Desain-desain yang ditawarkan itu menonjolkan unsur keberlanjutan, ruangan terbuka hijau yang lebih asyik, dan ramah pejalan kaki atau pesepeda. Terlihat, sketsa-sketsa tentang rancang bangunan hingga gambaran Jakarta dari masa ke masa juga ditampilkan. Lewat sketsa, pengunjung bisa melihat perubahan arsitektur dan tata ruang kota yang pelan-pelan ikut mengubah banyak hal kehidupan di dalamnya.


Pameran ini mencoba merekam Jakarta dari sudut paling dekat. Dari sebuah narasi kritik hingga harapan akan tata kota yang lebih manusiawi setelah status ibu kota berpindah. Kurator pameran Cosmas D. Gozali mengatakan bahwa pemilihan medium yang beragam ini menunjukkan bahwa Jakarta dibangun oleh berbagai macam sudut pandang. Penuh keberagaman, tetapi kemudian melahirkan sebuah kota yang kini dikenal sebagai Jakarta.

Dirinya memang ingin menciptakan pameran yang inklusif untuk berbagai kalangan, suku, dan profesi, termasuk seniman, budayawan, dan lainnya. Bahkan, anak-anak pun diajak untuk berkontribusi dengan pandangan, ide, dan kritik mereka terhadap Jakarta. Dia memandang Jakarta adalah sebuah kota dengan penuh keberagaman, jenis budaya, agama, dan sosial ekonomi. Semua unsur tersebut kemudian menjadi kekuatan kota ini.


“Meskipun Jakarta bukan lagi ibu kota, kekuatan ini akan terus mengilhami dan menggerakan kota ini selama 500 tahun mendatang. Ini adalah bukti ketahanan dan adaptabilitas kota yang patut dirayakan,” ucap Cosmas.


Total terdapat 116 partisipan yang berpartisipasi dalam pameran ini. Mayoritas datang dari kalangan arsitektur, tetapi suara-suara dari fotografer, videografer, sketcher, hingga anak-anak sekali pundihadirkan di pameran ini.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page