top of page
  • Vicharius DJ

Objek Rupa dan Keindahan Performans Melati Suryodarmo

Pada akhir Februari lalu hingga 31 Mei mendatang, Museum MACAN Jakarta memajang pameran global Melati Suryodarmo. Melati dalam pamerannya ini menghadirkan kembali seluruh narasi pertunjukannya ke dalam bentuk objek/benda. Ada dua objek yang dihadirkan dalam pameran ini, yaitu berupa kostum, instrumen/alat pertunjukan, dan video (tiser) pertunjukan.


Di sisi kanan galeri utama Museum MACAN, di sepanjang lorong pameran terpajang ornamen-ornamen performans yang mulai dilakukannya selama 20 tahun terakhir.Tampak gaun, jas, sepatu, tongkat, kursi, rambut, foto-foto, arang, besi penggiling, baju, celana, daster, panah, kandang ayam, dan objek sejenis lainnya.



Selain ornamen-ornamen itu, ada pula video pertunjukan Melati yang ditayangkan pada sebuah proyektor berukuran sekitar 24 inchi. Proyektor-proyektor itu ditempel pada dinding, persis berada di samping kostum-kostum yang berjejer. Sebelum museum MACAN menutup akses karena pandemik Corona, setiap harinya selalu tampil seorang kolaborator yang melakukan performans art.

Melati pun seharusnya dijadwalkan mengisi performans art. Direktur Komunikasi Museum MACAN Nina Hidayat mengatakan, selain pameran, Melati juga akan melakukan performans sebagaimana telah dijadwalkan. Dengan itu, ketika tidak ada performans, pengunjung hanya menikmati karya pameran.


Performans art Melati terinspirasi dari para gurunya di Jerman. Salah satunya adalah Marina Abramovic, seniman performans terkemuka saat ini ketika Melati belajar Hochschule fur Bildende Kunste Braunschweig di Jerman dari 1994-2003. Berguru pada Abramovic, Melati belajar bagaimana melatih pikiran dan tubuhnya untuk menghadapi dampak fisik dan psikologis dari performans durasi panjang.



Ada batasan yang kabur antara pameran dengan seni performans dalam proses kreatif Melati di Museum MACAN selama tiga bulan ini. Mengapa kabur, karena Melati mencoba menghidupkan kembali ingatan dari museum karyanya, dan pada waktu yang sama ia menguburkan semua ingatan itu dalam manifestasi objek rupa.


Ia barangkali berada satu garis pemikiran dengan Abramovic yang melihat perpaduan sempurna antara teater dan seni rupa sebetulnya berada di dalam seni performans. Lewat pameran dan performansnya, Melati membuat tabrakan kreatif di dalam imajinasi penonton; bagaimana setelah performans, ia berubah menjadi museum, dan pada waktu yang lain, objek-objek dari museum itu digunakannya lagi untuk perform.



Perpindahan tubuh dari pameran (museum) ke performans, atau dari performans ke objek rupa, meninggalkan anasir-anasisr baru, bahwa tubuh dalam kedua medan performatif ini sesungguhnya tidak utuh dan sempurna.

Ihwal yang paling mendasar dalam pameran ini adalah bahwa, baik pameran objek maupun performans, tubuh Melati sesungguhnya tidak sungguh hadir di dalamnya. Ia terlalu rapuh, seolah tak berbentuk, tak teridentifikasi. Karena ia hadir bersama dengan ingatan-ingatan masa lalu Melati, baik pada masa kecil ataupun pada masa dewasanya, baik di rumah maupun pengalamannya ketika menempuh pendidikan di Jerman selama puluhan tahun.


Objek-objek yang dihadirkan, seperti telah disebutkan sebelumnya, bukan objek murni dari pengalaman masalalunya, melainkan apa yang tersisa dari tubuh performatifnya selama pertunjukannya di Jerman dan juga Indonesia.



Karena itu, melihat pameran Melati kali ini tidak mengantar publik kepada pengalaman masa lalu sang seniman tapi lebih kepada menghadirkan ingatan publik akan karya-karya yang pernah ditampilkannya. Dengannya, identitas tubuh Melati rapuh. Bukan berarti bahwa tubuh itu tak lagi bernilai, atau tak menemukan identitasnya, tapi lebih pada bagaimana tubuh menemukan medan performatifnya yang aktual.


Ah, semoga saja krisis kesehatan ini segera berlalu dari Tanah Air. Kita butuh lagi berkunjung ke Museum MACAN agar dapat menyaksikan ulang karya Melati.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page