top of page
  • Vicharius DJ

Refleksi Sastrawan di Tengah Pandemi

Dunia sastra sedikit demi sedikit mulai bangkit meski masih berada di tengan pandemi. Tahun ini festival sastra Makassar International Writers Festival (MIWF) diselenggarakan secara virtual. Acaranya akan berlangsung hingga 26 Juni 2021dengan mengangkat tema Anthropause sebagai refleksi atas pendemi Covid-19. Kata anthropause merupakan kata baru di kamus Oxford pada akhir tahun 2020. Secara harfiah, kata itu berarti jeda manusia.



Anthropause menjelaskan fenomena pemulihan alam karena kegiatan manusia berhenti sejenak selama pandemi Covid-19. Direktur MIWF Lily Yulianti Farid berharap festival ini menjadi ruang refleksi para penulis dan peminat sastra tentang pandemi dan isu strategis lain. Menurutnya pandemi menjadi energi untuk berkarya.


Energi ini terwujud dari tulisan para pekerja migran Indonesia di negara Asia yang menulis pengalaman mereka selama pandemi, terutama saat tinggal dan bekerja sebagai asisten rumah tangga. Para pengungsi dan pencari suaka di Indonesia pun mengisi hari dengan menulis. ”Pandemi membuka mata kita sehingga ketidakadilan dan kesenjangan yang dulu samar dan sayup terdengar menjadi semakin jelas. Narasi pandemi yang memenuhi kesadaran kita adalah narasi kelas menengah,” kata Lily.



Cerita dari kelompok masyarakat marjinal atau dalam kondisi rentan memang perlu mendapat tempat yang lebih luas. Terlebih masih tingginya kesenjangan Indonesia timur dengan barat di berbagai aspek. Inilah yang menjadi alasan MIWF memberi penghargaan khusus untuk penulis-penulis terpilih dari Indonesia timur.


Para penulis terpilih dinilai memiliki gagasan kuat, pemikiran kritis, dan memiliki kemampuan menulis yang memadai. Sedikitnya ada 140 karya tulisan yang diterima tim kurator MIWF pada 2020 dan 2021. Kurator kemudian memilih tujuh penulis. Ketujuh penulis itu adalah Afryanto Keyn, Iin Farliani, Jemmy Piran, Septiana Andriani, Siti Hajar, Chaery Ma, dan Vannie Saffran. Mereka dari Flores, Mataram, Flores Timur, Samarinda, Kupang, dan Tolitoli.



Penulis dan kurator MIWF 2021, Intan Paramadita, mengatakan, para penulis terpilih umumnya memiliki karya yang menyisipkan imajinasi, mitos, legenda, dan bahasa lokal. Menurut dia, beberapa hal tersebut bisa terus digali dan diberi perspektif baru untuk ditulis. ”Saya harap MIWF ke depan menjadi ruang untuk memperluas referensi bacaan agar karya yang dihasilkan lebih kritis. Karya-karya juga didorong untuk mengangkat realitas lokal secara kritis terhadap konstruksi agama, sosial, dan jender, tetapi pada saat bersamaan juga menemukan estetika yang segar dan inovatif,” ucap Intan.


Sejumlah orang dari dalam dan luar negeri akan ikut memeriahkan diskusi daring MIWF 2021. Beberapa pembicara itu adalah Sayaka Murata (Jepang), Marina Mahathir (Malaysia), Niall Griffiths (Inggris), Dewi Lestari, Gody Usnaat, dan sebagainya. Sementara itu, penulis Marina Mahathir mengatakan, ia juga sedang menulis buku memoar tentang dirinya, termasuk menceritakan pengalaman menjadi putri Perdana Menteri ke-4 Malaysia Mahathir Mohamad.



0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page