top of page
  • Vicharius DJ

Sajian Tari Kontemporer di Helatari 2021

Komunitas Salihara kembali menggelar festival seni. Kali ini, festival tari atau Helatari. Ini adalah festival seni tari kontemporer dua tahunan yang diselenggarakan Komunitas Salihara. Festival ini menampilkan karya-karya tari baru yang berangkat dari khazanah tradisi tari Nusantara maupun dunia. Tahun ini, Komunitas Salihara menampilkan empat koreografer yang lolos melalui proses seleksi undangan terbuka.


Empat koreografer tersebut terpilih dari total 51 proposal dari seluruh Indonesia. Keempatnya dianggap menawarkan totalitas dari artikulasi konsep yang diajukan, bagaimana penyajian secara digital, portfolio pelamar hingga rekam-jejak perjalanan kreatif para koreografer.



Mereka berempat adalah Densiel Lebang (Jakarta), Eka Wahyuni (Yogyakarta), Krisna Satya (Bali) dan Leu Wijee (Jakarta). Empat koreografer pilihan ini hadir dengan bentuk presentasi dan ekspresi artistik yang lain dari pentas seni tari selama ini.


Sejalan dengan semangat transformasi budaya di masa pandemi, karya-karya para koreografer terpilih itu ditampilkan melalui media digital. Mereka akan mengajak khalayak penikmat seni pertunjukan Indonesia menyimak kerja alih wahana seni tari ke dalam media digital.


Densiel Lebang adalah koreografer yang baru saja menciptakan film-tari berjudul Chaotic (2020) yang menjadi Official Selection di Kalakari Film Festival, India dan Reeling: Dance on Screen Festival oleh Mile Zero Dance, Kanada, serta ditampilkan di Dance in Asia pada 2020.



Densiel membawakan karya berjudul Another Body – Another Space – Another Time. Karya ini memperlihatkan bagaimana kemampuan tubuh beradaptasi di dalam situasi apa pun. Karya ini juga merepresentasikan bagaimana keadaan manusia hari ini yang hidup dalam keterbatasan gerak karena pandemi.


Penampil kedua yaitu Eka Wahyuni, seorang koreografer yang banyak terlibat di dalam beberapa proyek dan kolaborasi seni. Ia menginisiasi forum kecil untuk seniman muda di Berau, Kalimantan Timur, juga platform Portaleka dan Tepian Kolektif yang kegiatannya berhubungan dengan seni pertunjukan baik diskusi maupun penciptaan karya.


Eka hadir dengan karya berjudul Pesona. Karya ini mengeksplorasi sudut pandang penonton dan kesan erotika dalam tarian Gong. Karya ini mencoba membongkar konsepsi dominan tentang “keindahan” tubuh dan gerak perempuan melalui eksperimentasi terhadap kamera.



Selanjutnya, Krisna Satya, koreografer yang kerap berpartisipasi dalam sejumlah lokakarya kepenarian bersama sejumlah koreografer penting dari Indonesia dan mancanegara. Ia pernah mengikuti program Koreografer Muda Potensial di Indonesian Dance Festival 2018 dan mengikuti tur bersama Cie Express Company di Prancis pada 2019.


Krisna membawakan karya berjudul Sikut Awak yang menelusuri hubungan tubuh dengan bangunan (ruang), di sini adalah sebuah istilah bernama sikut satak, salah satu konsep arsitektur tradisional Bali.


Penampil keempat yaitu Leu Wijee, yang membawakan karya Museum I: Waves. Ini sebuah karya tari kontemporer berdasarkan pengamatan dan ingatan kolektif si koreografer terhadap peristiwa bencana alam di Palu, Sulawesi Tengah pada tahun 2018.


Leu Wijee sendiri adalah koreografer kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah. Ia memulai proses kreatif di dunia tari dengan gaya hip-hop sejak 2011 dan memperluas praktik artistiknya ke ranah tari kontemporer. Ia pernah terpilih sebagai salah satu seniman dalam program Open Lab Upcoming Choreographer oleh Dewan Kesenian Jakarta, 2020.


Helatari Salihara 2021 akan disajikan secara daring, pada Sabtu dan Minggu, 26-27 Junidan 3-4 Juli. Keempat karya tersebut disiarkan melalui kanal YouTube Salihara Arts Center.




0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page