top of page
  • Vicharius DJ

Seni yang Menuntun Jalan Perubahan

Jakarta Biennale kembali digelar tahun ini. Jakarta Biennale 2021 mengambil tema, Esok. Perhelatan ini berlangsung 21 November 2021 hingga 21 Januari 2022. Ada sekitar 40 seniman peserta dari 20 negara turut serta. Karya mereka selain dipajang di Museum Kebangkitan Nasional, juga di Museum Nasional, di luar ruang seperti di Jalan Cikini Raya, Taman Menteng, serta trotoar di depan Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.


Jakarta Biennale berawal dari Pameran Besar Seni Lukis Indonesia pada tahun 1974. Menurut Direktur Program Jakarta Biennale 2021 Farah Wardani, pada saat itu Museum Kebangkitan Nasional menjadi salah satu lokasi yang dipilih, selain Museum Nasional dan Taman Ismail Marzuki.

Salah satu karya berjudul Amok:Koma milik Erika Tan dipajang di Museum Kebangkitan Nasional. Ekspresi karya ini menjadi sebuah performa seni tari dan instalasi ranjang para murid STOVIA dengan koper-koper kuno. Amok: Koma melibatkan kolaborator para penari asal Indonesia, meliputi Cythia Arnella, Althea Sri Bestari, Nudiandra Sarasvati, dan Florentina Windy. Yola Yulfianti menjadi koreografernya.


Dari arsip foto keempat dukun yang ditemukan Erika Tan itu masing-masing membawa ceret, baskom, air, dan handuk. Di foto itu terlihat pula sebuah bangku. Dari potret itu Erika mempertanyakan hal magis dari para dukun. Yola Yulfianti kemudian merespons dengan membuat karya koreografi berbasis peristiwa magis, seperti kesurupan. Gerak tubuh seperti tremor untuk menghasilkan getaran yang tidak bisa dikontrol. Ia merespons dengan gerak tari melibatkan benda-benda yang ada di foto tadi.

”Karya koreografinya membentuk tarian mengepel lantai. Meski lantai sudah bersih, para penari mengepel terus menerus dan ini yang sulit dikontrol,” ujar Yola.


Dolorosa Sinaga, Direktur Artistik Jakarta Biennale 2021, menyematkan catatan cukup keras terkait dengan politik pada masa Orde Baru setelah 1965. Ia mengecam banyak kejahatan terjadi atas kemanusian. Kemudian secara lantang ia mengakhiri dengan pernyataan tentang esok adalah berbicara mengenai perubahan dan untuk mewujudkan perubahan itu, seni harus berada di barisan terdepan.

”Semua perguruan tinggi seni harus mereposisi diri dan memulihkan kedaulatan dan martabat seni yang selama ini dikerdilkan,” tulis Dolorosa.


Dolorosa menyoroti rezim Orde Baru yang melucuti seni dari komitmen etis dalam merespons kenyataan sosial dan politik. Anak didik perguruan tinggi seni akhirnya sekadar menjadi pengabdi keindahan. Ketika seni harus berada di barisan terdepan, imajinasi yang memimpin dan didialogkan di ruang-ruang publik. Seperti karya peserta lain, seorang arsitek Yori Antar, yang membuat seni instalasi berjudul, Jakarta Zona Merah. Karya ini dipajang di trotoar depan Taman Ismail Marzuki.

Lewat karya itu, Yori memantik dialog untuk Jakarta menatap esok setelah melewati pandemi. Para seniman ini tengah meniti jalan untuk hari esok yang lebih baik.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page