top of page
  • Vicharius DJ

Tamasya Menikmati Karya Perupa 70-an

Mengunjungi Galeri Nasional (Galnas) menjelang berakhirnya bulan Agustus seakan diajak mengenang romantisme tahun 70-an, khususnya karya seni rupa yang lahir di era itu. Ya, pekan ini adalah kesempatan terakhir penampilan pameran kolektif bertajuk Piknik 70-an. Pameran itu menampilkan 65 karya perupa koleksi Galnas dari 54 perupa.


Karya-karya yang ditampilkan dipilih sepanjang era 1970-1979, periode yang dianggap penting karena banyaknya perubahan dan dialektika yang terjadi di dunia seni rupa Tanah Air kala itu. Nama-nama sejumlah seniman yang karyanya dipajang di pameran tersebut diantaranya Edi Sunaryo, Widayat, Abas Alibasyah, Zaini, Ahmad Sadali, Rita Widagdo, Siti Adiyati Subangun, A. D. Pirous, Ida Hadjar, Bagong Kussudiardja, Jim Supangkat, Bonyong Munny Ardhie, dan masih banyak lagi.

Jarot Mahendra selaku Plt Kepala Unit Galeri Nasional Indonesia mengatakan bahwa Piknik 70-an menjadi agenda pertama yang menandai tata kelola baru Galeri Nasional yang kini berfungsi sebagai Museum Cagar dan Budaya Kemendikbud. Oleh karena itu, karya-karya yang ditampilkan merupakan koleksi tetap Galeri Nasional yang harapannya bisa menjadi sumber pengetahuan sejarah bagi masyarakat.


“Pameran ini juga mengganti kerinduan masyarakat untuk melihat koleksi karya tetap di Galeri Nasional. Harapannya, pameran ini bisa memberikan gambaran baru kepada audiens untuk seni rupa era 1970-an,” katanya.


Bukan tanpa sebab pameran ini dinamai Piknik 70-an. Kurator Alam Wisesha menjelaskan, pihaknya sengaja memilih Piknik 70-an sebagai tema dari pameran untuk menyoroti kegembiraan dan kesenangan ketika menelusuri lini masa seni rupa pada dekade 70-an.

Pameran ini mengajak audiens untuk menyelami dinamika seni rupa Indonesia yang terjadi pada era 1970-an sehingga menjadi sumber pengetahuan baru, alih-alih hanya membacanya melalui catatan sejarah atau buku. “Seolah sedang dalam perjalanan piknik, pameran ini menjadi upaya untuk berekreasi, menyegarkan ingatan, pikiran, dan bergembira tanpa beban,” katanya.


Presentasi pameran Piknik 70-an dibagi ke dalam lima kategori berdasarkan kecenderungan karya-karya dan peristiwa yang terjadi pada dekade tersebut. Kelimanya yakni Yang Liris dan Dekoratif, Bentuk - Bentuk Signifikan, Imaji Kenusantaraan, Eksplorasi Materialitas, dan Pencarian Bentuk-Bentuk Baru.


Bayu Genia Krishbie, Kurator Pameran menjelaskan bahwa kategori kuratorial Yang Liris dan Dekoratif menampilkan karya-karya yang berasal dari pencarian kreatif di era awal Orde Baru. Karya yang muncul pada bagian ini menitikberatkan pada perasaan dan emosi dalam memandang dunia, atau dikenal dengan istilah liris.

Sedangkan dekoratif, merujuk pada karya seni rupa dengan penggambaran ornamen atau ragam hias yang banyak ditemukan pada dekade 70-an. Pada kategori Imaji Kenusantaraan, menampilkan bagaimana persoalan identitas nasional menjadi subjek perupa dalam karya-karyanya. Beberapa perupa cenderung mengeksplorasi ragam hias tradisional dan etnis.


Sementara pada kategori Eksplorasi Materialitas ditampilkan kecenderungan perupa yang banyak mengeksplorasi material lokal serta teknik berkarya yang menonjolkan ‘ketukangan’. Beberapa perupa pun mulai menemukan ekspresi dan teknik personalnya yang membuat karya-karya mereka dikenal hingga saat ini.


Adapun, pada kategori Pencarian Bentuk-Bentuk Baru menyoroti penyelenggaraan Pameran Seni Rupa Baru Indonesia 75 di Taman Ismail Marzuki (TIM). Pada pameran ini, muncul karya-karya yang pada masa itu dianggap radikal dan kontroversial.

“Pameran ini menjadi upaya kritik terhadap kondisi seni rupa Indonesia yang dianggap terlalu tradisional, sekaligus untuk memprovokasi semangat bermain-main yang liar dan jenaka,” kata Bayu.

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page